Teori Manajemen dan Kepemimpinan
A.
ILMU
MANAJEMEN
Frederick W. Taylor mengemukakan bahwa teori manajemen diibaratkan sebagai
suatu mesin. Penekanan utamanya adalah produksi yang efisien dan cepat.
Motivasi pekerja dan manajemen dipengaruhi kepuasan dalam bekerja sama untuk
meningkatkan produksi. Taylor dalam
bukunya The Principles of Scientific Management (1911) menganjurkan bahwa pekerjaan harus dipelajari
secara ilmiah untuk menentukan jalan terbaik dalam melaksanakan setiap tugas.
Prinsip yang dianut adalah menghasilkan produksi semaksimal mungkin dengan
pengeluaran energi yang minimal. Manajemen ilmiah ini membutuhkan revolusi
mental dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan
organisasi, semua kegiatan harus direncanakan sebaik mungkin baik dari segi
keuntungan maupun kerugiannya berdasarkan parameter-parameter ilmiah yang telah
ditetapkan.
B. PRINSIP
MANAJEMEN
1. Manajemen
adalah kegiatan pengelolaan dan pengambilan keputusan.
2. Pengelolaan dan pengambilan keputusan selalu
dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty).
3. Untuk memperoleh tujuan pengambilan keputusan
dan mengurangi ketidakpastian diperlukan data, informasi, dan proses
pengendalian.
C. LANGAH – LANGKAH
DALAM PENGEMBANGAN KERJA
Pengawasan pekerjaan yang terkendali melalui
penelaahan waktu dan gerak untuk menentukan tujuan penyelenggaraan tugas yang
paling efisien dan terbaik adalah sebagai berikut.
1.
Seleksi ilmiah untuk mencari tenaga yang terbaik
(sesuai kebutuhkan organisasi) dan dapat melaksanakan tugas secara efektif dan
efisien.
2.
Melatih tenaga yang terpilih untuk melakukan pekerjaan
dengan cara yang lazim dan terbukti efisien.
3.
Memberikan imbalan (gaji) yang sesuai kepada para
pegawai berdasarkan kemampuan dan tanggung jawabnya, sebagai rangsangan untuk
bekerja lebih giat.
4.
Mengangkat pegawai yang memiliki keahlian pada posisi
manajerial dan memberikan tanggung jawab untuk merencanakan program kerja
sesuai dengan metode yang dipilih.
5.
Menciptakan lingkungan kerja yang bertanggung jawab,
yaitu dengan pembuatan laporan secara teratur tentang kemajuan tugas yang
diembannya.
Max Weber, seorang ahli sosiologi Jerman mengemukakan
sebuah ide yang sama dan mengembangkan teori Taylor. Weber berpendapat perlunya
suatu legalisasi,wewenang formal, dan aturan yang konsisten untuk pegawai pada
setiap jabatan. Dia mengusulkan bahwa birokrasi merupakan rencana organisasi.
Karakteristik birokrasi meliputi: peraturan, pembagian tugas yang jelas,
komitmen terhadap senioritas dan peningkatan, serta hubungan yang baik antara
atasan dan bawahan.
D. MANAJEMEN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
Hubner (2006) menekankan bahwa jika
manajemen memberikan perhatian penuh kepada pegawai, maka hasil produksi akan
meningkat dengan tidak mengabaikan kondisi lingkungan kerja. Teori tersebut
dikenal dengan hawthorne effect, di
mana seseorang akan merespons kejadian dan terus belajar manakala mereka merasa
terus diperhatikan dan didukung oleh manajemen.
Mayo (1930) juga menemukan bahwa
lingkungan kelompok dan sosial baik formal maupun informal merupakan suatu
faktor dalam menentukan produktivitas perusahaan dan memungkinkan semua pegawai
ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Douglas McGregor (1960) menekankan
tentang pendapat Mayo (1930) dengan teori yang dikemukakannya mengenai
manajemen perilaku terhadap pegawai (bagaimana memperlakukannya) yang
berhubungan dengan kepuasan pegawai, teori tersebut dinamakan dengan Teori X
dan Y. Teori X menekankan manajer agar percaya
bahwa pegawai pada dasarnya adalah malas dan tidak mempunyai keinginan
untukmeningkatkan produktivitas di suatu organisasi, sehingga perlu adanya
supervisi secara terus-menerus dan
arahan secara melekat. Sementara Teori Y
menekankan manajer agar percaya bahwa pegawainya
senang bekerja dengan motivasi yang timbul
dari dalam dirinya serta berusaha untuk bekerja keras dalam mencapai
tujuan individu dan organisasi . Perlu
dicatat di sini bahwa McGregor tidak merasa bahwa antara Teori X dan Y
bertentangan, tetapi lebih merupakan suatu komponen yang berkesinambungan,
sehingga manajer harus menggabungkan komponen tersebut dalam mengelola dan
memimpin pegawainya. McGregor tidak melihat bahwa teorinya, khususnya Teori Y,
merupakan teori yang paling tepat diaplikasikan dalam setiap organisasi. Dia
berpendapat bahwa teori tersebut tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya
keputusan yang tepat dan penjelasan akurat dari seorang manajer dalam
mengasumsikan atau menilai bawahannya.Chris Argyris (1964) mendukung teori dari
McGregor (1981) dan Mayo yang menyatakan bahwa manajer yang terlalu dominan
menyebabkan pegawai tidak termotivasi dan cenderung pasif. Jika harga diri dan
otonomi pegawai tidak terpenuhi, maka pegawai tersebut menjadi tidak
termotivasi dengan baik, membuat masalah, dan akhirnya keluar dari
pekerjaannya. Dia menekankan pentingnya pelibatan pegawai dalam mengambil suatu
keputusan dan adanya suatu organisasi yang fleksibel dalam manajemennya.
Perbandingan Teori X, Y, Z Douglas
McGregor (Ouchi, 1981)
Teori X
|
Teori Y
|
Teori Z
|
• 1. Menghindari pekerjaan bila ada kesempatan.
2.
Tidak senang bekerja.
• Harus diarahkan.
• 3. Mempunyai sedikit ambisi.
4.Menghindar dari
tanggung jawab.
• 5. Memerlukan supervisi ketat.
• 6. Termotivasi oleh hukuman dan hadiah.
|
1.
Senang bekerja.
2.
Mandiri.
3.
Mempunyai tanggung jawab.
4.Kreatif
dan berkembang.
5.
Menggunakan pendekatan ilmiah.
6. Memerlukan supervisi
seperlunya.
•7. Berminat dalam
menyelesaikan masalah organisasi.
|
• 1. Menekankan pada teori humanistis.
• 2. Fokus: motivasi yang lebih kepada karyawan untuk
meningkatkan kepuasan kerja dan menghasilkan produksi.
3.Karektersitik:
pengambilan keputusan bersama, masa bekerja yang lama, promosi jabatan yang
lambat dan bertahap, supervisi tidak secara langsung, menekankan pada
pendekatan holistis.
|
E. PENGEMBANGAN
TEORI KEPEMIMPINAN
1.
Teori Bakat (Trait Theory)
Teori Bakat menekankan bahwa setiap
orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka
mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain
(Marquis dan Huston, 1998). Teori ini disebut juga sebagai Great Man Theory.
Banyak penelitian terhadap riwayat kehidupan untuk menguji teori ini. Teori
bakat mengabaikan dampak atau pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan
lingkungan lainnya, tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang
dapat dikembangkan bukan hanya dari pembawaan sejak lahir. Teori ini
mengidentifikasi karakteristik umum tentang inteligensi, personalitas, dan
kemampuan (perilaku).
Tabel 4.2 Ciri-ciri Pemimpin menurut Teori Bakat
Intelegensi
|
Kepribadian
|
Perilaku
|
• 1.Pengetahuan.
• 2.Keputusan.
• 3.Kelancaran berbicara.
|
• 1.Adaptasi.
• 2.Kreatif.
• 3.Kooperatif.
• 4.Siap/siaga.
• 5.Rasa percaya diri.
• 6.Integritas.
• 7. Keseimbangan emosi dan mengontrol.
•8. Independen.
• 9. Tenang
|
• 1.Kemampuan bekerja sama.
• 2. Kemampuan interpersonal.
• 3. Kemampuan diplomasi.
• 4. Partisipasi sosial.
• Prestise.
|
2.
Teori
Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat
sebagai suatu rentang dari perilaku otoriter ke demokratis atau dari fokus
suatu produksi ke fokus pegawai. Menurut Vestal (1994), teori perilaku ini
dinamakan sebagai gaya kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi.
Gaya diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri.
Gaya didefinisikan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil
akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1996) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin
itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman
bertahun-tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan
memengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang
cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda
Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dapat
diterapkan dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut.
a. Gaya
kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua
titik ekstrem yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus
pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan,
dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus
didahulukan jika dibanding dengan kepentingan individu, maka pemimpin akan
lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik
dan menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya
partisipasinya.
b. Gaya
kepemimpinan menurut Likert.
Likert dalam
Nursalam (2002) mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem.
a) Sistem
Otoriter–Eksploitatif.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap
bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang
dilakukan bersifat satu arah ke bawah (top-down).
b) Sistem Benevolent–Otoritatif (Authoritative).
Pemimpin mempercayai bawahan sampai pada tingkat tertentu, memotivasi
bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu, dan membolehkan
komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan
wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang
ketat.
c) Sistem
Konsultatif.
Pemimpin mempunyai
kepercayaan yang cukup besar terhadap bawahan. Pemimpin menggunakan balasan
(insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau
hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh
bawahan.
d) Sistem Partisipatif.
Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu memanfaatkan ide
bawahan, serta menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan.
Komunikasi bersifat dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
c. Gaya kepemimpinan
menurut Teori X dan Teori Y.
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam bukunya The Human Side Enterprise (1960). Dia
menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan
menjadi dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X
mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak
mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin
daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu senang
bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri,
mampu berimajinasi, dan kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan
dibedakan menjadi empat macam.
a) Gaya
kepemimpinan diktator.
Gaya
kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan
ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
b) Gaya
kepemimpinan otokratis.
Pada
dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan diktator
namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan pemimpin,
pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Gaya ini juga merupakan
pelaksanaan dari Teori X.
c) Gaya
kepemimpinan demokratis.
Ditemukan
adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan sebuah keputusan yang
dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai
dengan Teori Y.
d) Gaya
kepemimpinan santai.
Peranan dari
pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan Teori Y (Azwar, 1996).
d. Gaya
kepemimpinan menurut Robert House.
Berdasarkan
teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat gaya kepemimpinan.
1) Direktif.
Pemimpin
menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini
mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
bawahannya
2) Suportif.
Pemimpin
berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan.
3) Partisipatif
Pemimpin
berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka
pengambilan sebuah keputusan.
4) Berorientasi
tujuan.
Pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal mungkin.
e. Gaya
kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard.
Berikut adalah bebebrapa gaya
kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) dan ciri-ciri pada tiap gaya
kepemimpinan tersebut.
1) Instruksi:
a) tinggi tugas
dan rendah hubungan;
b) komunikasi
sejarah;
c) pengambilan
keputusan berada pada pimpinan dan peran bawahan sangat minimal;
d) pemimpin
banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi
dengan ketat.
2) Konsultasi:
a) tinggi tugas
dan tinggi hubungan;
b) komunikasi
dua arah;
c) peran
pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan
diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan menampung keluhan.
3) Partisipasi:
a) tinggi
hubungan tapi rendah tugas;
b) pemimpin dan
bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
4) Delegasi:
a) rendah
hubungan dan rendah tugas;
b) komunikasi
dua arah, terjadi diskusi dan pendelegasian antara pemimpin dan bawahan dalam
pengambilan keputusan pemecahan masalah.
f. Gaya kepemimpinan
menurut Lippits dan K. White.
Menurut
Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi,
dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
1) Otoriter.
Gaya
kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a) wewenang
mutlak berada pada pimpinan;
b) keputusan
selalu dibuat oleh pimpinan;
c) kebijaksanaan
selalu dibuat oleh pimpinan;
d) komunikasi
berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
e) pengawasan
terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan
secara ketat;
f) prakarsa
harus selalu berasal dari pimpinan;
g) tidak ada
kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat;
h) tugas-tugas
bawahan diberikan secara instruktif;
i)
lebih banyak kritik daripada pujian;
j)
pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa
syarat;
k) pimpinan
menuntut kesetiaan tanpa syarat;
l)
cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman;
m) kasar dalam
bersikap;
n) tanggung
jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan.
2) Demokratis.
Kepemimpinan
gaya demokratis adalah kemampuan dalam memengaruhi orang lain agar bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai kegiatan
yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a) wewenang
pimpinan tidak mutlak;
b) pimpinan
bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;
c) keputusan
dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;
d) komunikasi
berlangsung timbal balik;
e) pengawasan dilakukan secara wajar;
f) prakarsa dapat
datang dari bawahan;
g) banyak
kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan;
h) tugas-tugas
yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada instruktif;
i)
pujian dan kritik seimbang;
j)
pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan
dalam batas masing-masing;
k) pimpinan
meminta kesetiaan bawahan secara wajar;
l)
pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan
bertindak;
m) terdapat
suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai;
n) tanggung
jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama.
3) Liberal atau
Laissez Faire.
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan memengaruhi
orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara lebih
banyak menyerahkan pelaksanaan berbagai kegiatan kepada bawahan.
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a) pemimpin
melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan;
b) keputusan
lebih banyak dibuat oleh bawahan;
c) kebijaksanaan
lebih banyak dibuat oleh bawahan;
d) pimpinan
hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e) hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah
laku bawahan;
f) prakarsa
selalu berasal dari bawahan;
g) hampir tidak
ada pengarahan dari pimpinan;
h) peranan
pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok;
i)
kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan
kelompok;
j)
tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh
perorangan.
g.
Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang.
Menurut Gillies (1996), gaya
kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi empat.
1) Otoriter.
Merupakan kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan
kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai
dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi
dilakukan dengan imbalan dan hukuman.
2) Demokratis.
Merupakan kepemimpinan yang
menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan
pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan
tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi
diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3) Partisipatif.
Merupakan gabungan antara otoriter
dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan
kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Pemimpin meminta saran
dan kritik staf serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya.
Keputusan akhir yang diambil bergantung pada kelompok.
4) Bebas
tindak.
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan
menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi.
Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan
hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.
3.
Teori
Kontingensi dan Situasional
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang
melaksanakan tugasnya dengan mengombinasi antara faktor bawaan, perilaku, dan
situasi. Tannenbaum dan Schmid (1983) menekankan bahwa kombinasi antara gaya
kepimpinan otoriter dan demokratis diperlukan oleh manajer. Unsur utama manajer
adalah kemampuan manajer dan penghargaan kepada kelompok, bergantung pada
situasi suatu organisasi. Fielder (1967) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan
yang paling tepat adalah ideal dengan situasi. Dia menekankan bahwa hubungan
antara kelompok manajer dan pegawai merupakan unsur yang penting dalam menilai
sebagai manajer yang baik.
Mouton dan Blake (1964) mengembangkan suatu bagan bahwa manajer
mengendalikan tentang produktivitas, tugas, orang, dan hubungannya. Pada
masing-masing bagan tersebut diberikan penilaian dari rentang yang sangat
tinggi ke rentang sangat rendah seperti bagan berikut ini.
Fokus metode manajemen ini
menekankan pada perilaku manajer yang menekankan pada produksi dan manusia.
Dalam sebuah kelompok, perlu adanya komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan
organisasi; kompetisi antaranggota kelompok dapat dikurangi; dan komunikasi
serta adanya kebersamaan yang dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai
tujuan organisasi yang optimal
.
4.
Teori
Kontemporer (Kepemimpinan dan Manajemen)
Teori ini menekankan pada empat komponen penting dalam suatu pengelolaan,
yaitu manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan. Dia
menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen seorang pemimpin harus
mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. Teori
kontemporer tersebut juga perlu didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan
teori transformasi.
5.
Teori
Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh
beberapa ahli, yaitu: 1. Maslow, 2. Aldefer, 3. Herzberg, 4. McCelland, 5.
Adams, dan 6. V. Vroom. Tabel 4.3 menggambarkan perbandingan beberapa teori
motivasi yang diyakini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja dan kualitas
layanan kesehatan.
Tabel 4.3 Perbandingan Beberapa Teori Motivasi
Berdasarkan Isinya (Content)
Teori
|
Penjelasan
|
1. Hierarki Kebutuhan
(Maslow)
|
Fisiologis = gaji pokok
Aman = perencanaan yang regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama secara tim
Harga diri = pencapaian posisi
Aktualisasi = tantangan dalam bekerja
|
Teori ERG (Clayton
Alderfer)
|
E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness (kasih sayang)
G = Growth (harga diri dan aktualisasi)
|
Teori Dua Faktor (Frederich
Lerzberg)
|
Motivators = kepuasan kerja
Hygiene = lingkungan yang
kondusif
|
Teori Belajar (McClelleand)
|
Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang lain
Achievement = suka tantangan,
kompetisi, dan menyelesaikan masalah secara detail.
|
Tabel 4.4 Perbandingan Beberapa Teori Motivasi
Berdasarkan Prosesnya
Teori
|
Penjelasan
|
Teori Keadilan (Adams)
|
Berdasarkan nilai-nilai dan keadilan terhadap karyawan.
|
Teori Harapan
(Georgropoulos Moheny, Jones, dan Vroom)
|
Rumus:
M = Job Outcomes x Valences x Expectancy x Instrumentality
Job outcomes: penghargaan
(promosi, kenaikan gaji, dan pengakuan).
Valences: keinginan/perasaan
berhasil.
Expectancy: kemungkinan
berhasil dengan kerja keras.
Instrumentality:
keyakinan akan berhasil berdasarkan kerja keras dan situasi.
|
Teori Penguatan (B. F. Skinner)
|
Stimulus- Respons - Konsekuensi
|
Teori Belajar (McClelleand)
|
Tujuan yang harus dicapai oleh suatu organisasi.
|
Motivasi akan menjadi suatu masalah apabila tiga hal
tidak dapat terpenuhi. Tiga hal tersebut adalah pembagian tugas yang tidak
jelas, hambatan dalam pelaksanaan, dan kurang/tidak adanya penghargaan
Tabel 4.5 Masalah Motivasi dan Solusinya
Masalah Motivasi
|
Potensial Solusi
|
1. Pembagian tugas yang
tidak jelas (desain pekerjaan).
|
Penjabaran job description.
Penjabaran standar pelaksanaan.
Tujuan.
Umpan balik pelaksanaan.
|
2. Hambatan dalam
pelaksanaan (resources).
|
Seleksi karyawan yang baik.
Penyusunan ulang penugasan.
Menciptakan lingkungan yang sehat (aman dan nyaman, gaji, waktu
istirahat, peralatan yang lengkap, dan lain-lain).
|
3. Kurang atau tidak
adanya penghargaan (rewards).
|
Reinforcement.
Penghargaan secara adil.
Peningkatan kualitas karyawan.
Peningkatan harga diri dan pemberian peran.
Peningkatan kerja sama antarkaryawan dan atasan.
|
4. Dukungan Organisasi
yang kurang (kebijakan, kepemimpinan). Budaya organisasi.
|
Kebijakan yang mendukung perubahan, penerapan kepemimpinan yang
sesuai, dan visi dan misi organisasi yang jelas
|
6.
Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan pengembangan
Teori Y dari McGregor (1460) dan mendukung gaya kepemimpinan demokratis.
Komponen Teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan
pegawai sesuai keahliannya, menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang
lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staf. Teori ini lebih menekankan
pada staf dibandingkan dengan kualitas produksi, sehingga di Amerika teori ini
masih banyak yang diperdebatkan.
7.
Teori
Interaktif
Schein (1970) menekankan bahwa staf atau pegawai adalah manusia sebagai
suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang
secara dinamis. Sistem tersebut dianggap suatu sistem yang terbuka jika terjadi
adanya perubahan energi dan informasi dengan lingkungan. Asumsi teori ini
sebagai berikut.
a. Manusia
memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Mereka mempunyai motivasi yang
bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan.
b. Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi
berkembang sesuai perubahan waktu.
c. Tujuan bisa
berbeda pada situasi yang berbeda pula.
d. Penampilan
seseorang dan produktivitas dipengaruhi oleh tugas yang harus diselesaikan,
kemampuan seseorang, pengalaman, dan motivasi.
e. Tidak ada
strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi.
Hollander (1978) mendukung teori
tersebut. Ia menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf dipengaruhi oleh
peran yang lainnya. Dia menekankan bahwa pemimpin adalah sebagai proses dua
arah yang dinamis. Dia menekankan tiga dasar komponen yang terlibat dalam
perubahan pemimpin, yaitu:
a. pemimpin,
termasuk personalitas pemimpin, persepsi, dan kemampuannya;
b. staf,
termasuk personalitas, persepsi, dan kemampuannya;
c. lingkungan/situasi
di mana pemimpin dan staf berfungsi, termasuk norma kelompok baik formal maupun
informal, ukuran, kekuatan, dan ciri-ciri yang lainnya.
Menurut Holander (1978), pemimpin yang efektif
memerlukan kemampuan untuk menggunakan proses penyelesaian masalah,
mempertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang
baik, menunjukkan kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dan kemampuan
mengembangkan identifikasi kelompok.