Jumat, 12 Agustus 2016

TEORI MANAJEMEN DAN KEPEMINPINAN

Teori Manajemen dan Kepemimpinan

       I.            TEORI MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN
A.    ILMU MANAJEMEN
Frederick W. Taylor mengemukakan bahwa teori manajemen diibaratkan sebagai suatu mesin. Penekanan utamanya adalah produksi yang efisien dan cepat. Motivasi pekerja dan manajemen dipengaruhi kepuasan dalam bekerja sama untuk meningkatkan produksi.  Taylor dalam bukunya  The Principles of Scientific Management (1911)  menganjurkan bahwa pekerjaan harus dipelajari secara ilmiah untuk menentukan jalan terbaik dalam melaksanakan setiap tugas. Prinsip yang dianut adalah menghasilkan produksi semaksimal mungkin dengan pengeluaran energi yang minimal. Manajemen ilmiah ini membutuhkan revolusi mental dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan organisasi, semua kegiatan harus direncanakan sebaik mungkin baik dari segi keuntungan maupun kerugiannya berdasarkan parameter-parameter ilmiah yang telah ditetapkan.
B. PRINSIP MANAJEMEN
1.      Manajemen adalah kegiatan pengelolaan dan pengambilan keputusan.
2.       Pengelolaan dan pengambilan keputusan selalu dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty).
3.       Untuk memperoleh tujuan pengambilan keputusan dan mengurangi ketidakpastian diperlukan data, informasi, dan proses pengendalian.
C. LANGAH – LANGKAH DALAM PENGEMBANGAN KERJA
Pengawasan pekerjaan yang terkendali melalui penelaahan waktu dan gerak untuk menentukan tujuan penyelenggaraan tugas yang paling efisien dan terbaik adalah sebagai berikut.
1.        Seleksi ilmiah untuk mencari tenaga yang terbaik (sesuai kebutuhkan organisasi) dan dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
2.        Melatih tenaga yang terpilih untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang lazim dan terbukti efisien.
3.        Memberikan imbalan (gaji) yang sesuai kepada para pegawai berdasarkan kemampuan dan tanggung jawabnya, sebagai rangsangan untuk bekerja lebih giat.
4.        Mengangkat pegawai yang memiliki keahlian pada posisi manajerial dan memberikan tanggung jawab untuk merencanakan program kerja sesuai dengan metode yang dipilih.
5.        Menciptakan lingkungan kerja yang bertanggung jawab, yaitu dengan pembuatan laporan secara teratur tentang kemajuan tugas yang diembannya.
Max Weber, seorang ahli sosiologi Jerman mengemukakan sebuah ide yang sama dan mengembangkan teori Taylor. Weber berpendapat perlunya suatu legalisasi,wewenang formal, dan aturan yang konsisten untuk pegawai pada setiap jabatan. Dia mengusulkan bahwa birokrasi merupakan rencana organisasi. Karakteristik birokrasi meliputi: peraturan, pembagian tugas yang jelas, komitmen terhadap senioritas dan peningkatan, serta hubungan yang baik antara atasan dan bawahan.
D. MANAJEMEN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
Hubner (2006) menekankan bahwa jika manajemen memberikan perhatian penuh kepada pegawai, maka hasil produksi akan meningkat dengan tidak mengabaikan kondisi lingkungan kerja. Teori tersebut dikenal dengan hawthorne effect, di mana seseorang akan merespons kejadian dan terus belajar manakala mereka merasa terus diperhatikan dan didukung oleh manajemen.
Mayo (1930) juga menemukan bahwa lingkungan kelompok dan sosial baik formal maupun informal merupakan suatu faktor dalam menentukan produktivitas perusahaan dan memungkinkan semua pegawai ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Douglas McGregor (1960) menekankan tentang pendapat Mayo (1930) dengan teori yang dikemukakannya mengenai manajemen perilaku terhadap pegawai (bagaimana memperlakukannya) yang berhubungan dengan kepuasan pegawai, teori tersebut dinamakan dengan Teori X dan Y. Teori X menekankan manajer agar percaya  bahwa pegawai pada dasarnya adalah malas dan tidak mempunyai keinginan untukmeningkatkan produktivitas di suatu organisasi, sehingga perlu adanya supervisi  secara terus-menerus dan arahan secara melekat. Sementara  Teori Y menekankan  manajer agar percaya bahwa pegawainya senang bekerja dengan motivasi yang timbul  dari dalam dirinya serta berusaha untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan individu  dan organisasi . Perlu dicatat di sini bahwa McGregor tidak merasa bahwa antara Teori X dan Y bertentangan, tetapi lebih merupakan suatu komponen yang berkesinambungan, sehingga manajer harus menggabungkan komponen tersebut dalam mengelola dan memimpin pegawainya. McGregor tidak melihat bahwa teorinya, khususnya Teori Y, merupakan teori yang paling tepat diaplikasikan dalam setiap organisasi. Dia berpendapat bahwa teori tersebut tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya keputusan yang tepat dan penjelasan akurat dari seorang manajer dalam mengasumsikan atau menilai bawahannya.Chris Argyris (1964) mendukung teori dari McGregor (1981) dan Mayo yang menyatakan bahwa manajer yang terlalu dominan menyebabkan pegawai tidak termotivasi dan cenderung pasif. Jika harga diri dan otonomi pegawai tidak terpenuhi, maka pegawai tersebut menjadi tidak termotivasi dengan baik, membuat masalah, dan akhirnya keluar dari pekerjaannya. Dia menekankan pentingnya pelibatan pegawai dalam mengambil suatu keputusan dan adanya suatu organisasi yang fleksibel dalam manajemennya.
Perbandingan Teori X, Y, Z Douglas McGregor (Ouchi, 1981)
Teori X
Teori Y
Teori Z
• 1. Menghindari pekerjaan bila ada kesempatan.
2. Tidak senang bekerja.
• Harus diarahkan.
• 3. Mempunyai sedikit ambisi.
   4.Menghindar dari tanggung jawab.
• 5. Memerlukan supervisi ketat.
• 6. Termotivasi oleh hukuman dan hadiah.
1. Senang bekerja.
2. Mandiri.
3. Mempunyai tanggung jawab.
4.Kreatif dan berkembang.
5. Menggunakan pendekatan ilmiah.
   6. Memerlukan supervisi seperlunya.
•7.  Berminat dalam menyelesaikan masalah organisasi.
• 1. Menekankan pada teori humanistis.
• 2. Fokus: motivasi yang lebih kepada karyawan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan menghasilkan produksi.
3.Karektersitik: pengambilan keputusan bersama, masa bekerja yang lama, promosi jabatan yang lambat dan bertahap, supervisi tidak secara langsung, menekankan pada pendekatan holistis.
E.  PENGEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN
1.      Teori Bakat (Trait Theory)
Teori Bakat menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain (Marquis dan Huston, 1998). Teori ini disebut juga sebagai Great Man Theory. Banyak penelitian terhadap riwayat kehidupan untuk menguji teori ini. Teori bakat mengabaikan dampak atau pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya, tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari pembawaan sejak lahir. Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang inteligensi, personalitas, dan kemampuan (perilaku).
Tabel 4.2 Ciri-ciri Pemimpin menurut Teori Bakat
Intelegensi
Kepribadian
Perilaku
• 1.Pengetahuan.
• 2.Keputusan.
• 3.Kelancaran berbicara.
• 1.Adaptasi.
• 2.Kreatif.
• 3.Kooperatif.
• 4.Siap/siaga.
• 5.Rasa percaya diri.
• 6.Integritas.
• 7. Keseimbangan emosi dan mengontrol.
•8.  Independen.
• 9.  Tenang
• 1.Kemampuan bekerja sama.
• 2. Kemampuan interpersonal.
• 3. Kemampuan diplomasi.
• 4. Partisipasi sosial.
• Prestise.
2.      Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari perilaku otoriter ke demokratis atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Menurut Vestal (1994), teori perilaku ini dinamakan sebagai gaya kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi.
Gaya diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Gaya didefinisikan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1996) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan memengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda
Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut.
a.       Gaya kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrem yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan jika dibanding dengan kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
b.      Gaya kepemimpinan menurut Likert.
Likert dalam Nursalam (2002) mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem.
a)      Sistem Otoriter–Eksploitatif.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan bersifat satu arah ke bawah (top-down).
b)      Sistem Benevolent–Otoritatif (Authoritative).
Pemimpin mempercayai bawahan sampai pada tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu, dan membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
c)      Sistem Konsultatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap bawahan. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
d)     Sistem Partisipatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu memanfaatkan ide bawahan, serta menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi bersifat dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
c.       Gaya kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y.
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam bukunya The Human Side Enterprise (1960). Dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan menjadi dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam.
a)      Gaya kepemimpinan diktator.
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
b)      Gaya kepemimpinan otokratis.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari Teori X.
c)      Gaya kepemimpinan demokratis.
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan sebuah keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan Teori Y.
d)     Gaya kepemimpinan santai.
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan Teori Y (Azwar, 1996).
d.      Gaya kepemimpinan menurut Robert House.
Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat gaya kepemimpinan.
1)      Direktif.
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh bawahannya
2)      Suportif.
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan.
3)      Partisipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
4)      Berorientasi tujuan.
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal mungkin.
e.       Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard.
Berikut adalah bebebrapa gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) dan ciri-ciri pada tiap gaya kepemimpinan tersebut.
1)      Instruksi:
a)      tinggi tugas dan rendah hubungan;
b)      komunikasi sejarah;
c)      pengambilan keputusan berada pada pimpinan dan peran bawahan sangat minimal;
d)     pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.
2)      Konsultasi:
a)      tinggi tugas dan tinggi hubungan;
b)      komunikasi dua arah;
c)      peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan menampung keluhan.
3)      Partisipasi:
a)      tinggi hubungan tapi rendah tugas;
b)      pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
4)      Delegasi:
a)      rendah hubungan dan rendah tugas;
b)      komunikasi dua arah, terjadi diskusi dan pendelegasian antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan pemecahan masalah.
f.       Gaya kepemimpinan menurut Lippits dan K. White.
Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi, dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
1)      Otoriter.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a)      wewenang mutlak berada pada pimpinan;
b)      keputusan selalu dibuat oleh pimpinan;
c)      kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan;
d)     komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
e)      pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat;
f)       prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan;
g)      tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat;
h)      tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif;
i)        lebih banyak kritik daripada pujian;
j)        pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat;
k)      pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat;
l)        cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman;
m)    kasar dalam bersikap;
n)      tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan.
2)      Demokratis.
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a)      wewenang pimpinan tidak mutlak;
b)      pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;
c)      keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;
d)     komunikasi berlangsung timbal balik;
e)       pengawasan dilakukan secara wajar;
f)       prakarsa dapat datang dari bawahan;
g)      banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan;
h)      tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada instruktif;
i)        pujian dan kritik seimbang;
j)        pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing;
k)      pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar;
l)        pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak;
m)    terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai;
n)      tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama.
3)      Liberal atau Laissez Faire.
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara lebih banyak menyerahkan pelaksanaan berbagai kegiatan kepada bawahan.
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a)      pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan;
b)      keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan;
c)      kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan;
d)     pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e)       hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan;
f)       prakarsa selalu berasal dari bawahan;
g)      hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan;
h)      peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok;
i)        kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok;
j)        tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan.
g.        Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang.
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi empat.
1)      Otoriter.
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dilakukan dengan imbalan dan hukuman.
2)      Demokratis.
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3)      Partisipatif.
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Pemimpin meminta saran dan kritik staf serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya. Keputusan akhir yang diambil bergantung pada kelompok.
4)      Bebas tindak.
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.
3.      Teori Kontingensi dan Situasional
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang melaksanakan tugasnya dengan mengombinasi antara faktor bawaan, perilaku, dan situasi. Tannenbaum dan Schmid (1983) menekankan bahwa kombinasi antara gaya kepimpinan otoriter dan demokratis diperlukan oleh manajer. Unsur utama manajer adalah kemampuan manajer dan penghargaan kepada kelompok, bergantung pada situasi suatu organisasi. Fielder (1967) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah ideal dengan situasi. Dia menekankan bahwa hubungan antara kelompok manajer dan pegawai merupakan unsur yang penting dalam menilai sebagai manajer yang baik.
Mouton dan Blake (1964) mengembangkan suatu bagan bahwa manajer mengendalikan tentang produktivitas, tugas, orang, dan hubungannya. Pada masing-masing bagan tersebut diberikan penilaian dari rentang yang sangat tinggi ke rentang sangat rendah seperti bagan berikut ini.
Fokus metode manajemen ini menekankan pada perilaku manajer yang menekankan pada produksi dan manusia. Dalam sebuah kelompok, perlu adanya komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi; kompetisi antaranggota kelompok dapat dikurangi; dan komunikasi serta adanya kebersamaan yang dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai tujuan organisasi yang optimal
.
4.      Teori Kontemporer (Kepemimpinan dan Manajemen)
Teori ini menekankan pada empat komponen penting dalam suatu pengelolaan, yaitu manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan. Dia menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen seorang pemimpin harus mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. Teori kontemporer tersebut juga perlu didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan teori transformasi.
5.      Teori Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu: 1. Maslow, 2. Aldefer, 3. Herzberg, 4. McCelland, 5. Adams, dan 6. V. Vroom. Tabel 4.3 menggambarkan perbandingan beberapa teori motivasi yang diyakini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja dan kualitas layanan kesehatan.
Tabel 4.3 Perbandingan Beberapa Teori Motivasi Berdasarkan Isinya (Content)
Teori
Penjelasan
1. Hierarki Kebutuhan (Maslow)
Fisiologis = gaji pokok
Aman = perencanaan yang regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama secara tim
Harga diri = pencapaian posisi
Aktualisasi = tantangan dalam bekerja
Teori ERG (Clayton Alderfer)
E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness (kasih sayang)
G = Growth (harga diri dan aktualisasi)
Teori Dua Faktor (Frederich Lerzberg)
Motivators = kepuasan kerja
Hygiene = lingkungan yang kondusif
Teori Belajar (McClelleand)
Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang lain
Achievement = suka tantangan, kompetisi, dan menyelesaikan masalah secara detail.
Tabel 4.4 Perbandingan Beberapa Teori Motivasi Berdasarkan Prosesnya
Teori
Penjelasan
Teori Keadilan (Adams)
Berdasarkan nilai-nilai dan keadilan terhadap karyawan.
 Teori Harapan (Georgropoulos Moheny, Jones, dan Vroom)
Rumus:
M = Job Outcomes x Valences x Expectancy x Instrumentality
Job outcomes: penghargaan (promosi, kenaikan gaji, dan pengakuan).
Valences: keinginan/perasaan berhasil.
Expectancy: kemungkinan berhasil dengan kerja keras.
Instrumentality: keyakinan akan berhasil berdasarkan kerja keras dan situasi.
Teori Penguatan (B. F. Skinner)
Stimulus- Respons - Konsekuensi
Teori Belajar (McClelleand)
Tujuan yang harus dicapai oleh suatu organisasi.
Motivasi akan menjadi suatu masalah apabila tiga hal tidak dapat terpenuhi. Tiga hal tersebut adalah pembagian tugas yang tidak jelas, hambatan dalam pelaksanaan, dan kurang/tidak adanya penghargaan
Tabel 4.5 Masalah Motivasi dan Solusinya
Masalah Motivasi
Potensial Solusi
1. Pembagian tugas yang tidak jelas (desain pekerjaan).
Penjabaran job description.
Penjabaran standar pelaksanaan.
Tujuan.
Umpan balik pelaksanaan.
2. Hambatan dalam pelaksanaan (resources).
Seleksi karyawan yang baik.
Penyusunan ulang penugasan.
Menciptakan lingkungan yang sehat (aman dan nyaman, gaji, waktu istirahat, peralatan yang lengkap, dan lain-lain).
3. Kurang atau tidak adanya penghargaan (rewards).
Reinforcement.
Penghargaan secara adil.
Peningkatan kualitas karyawan.
Peningkatan harga diri dan pemberian peran.
Peningkatan kerja sama antarkaryawan dan atasan.
4. Dukungan Organisasi yang kurang (kebijakan, kepemimpinan). Budaya organisasi.
Kebijakan yang mendukung perubahan, penerapan kepemimpinan yang sesuai, dan visi dan misi organisasi yang jelas
6.      Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan pengembangan Teori Y dari McGregor (1460) dan mendukung gaya kepemimpinan demokratis. Komponen Teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya, menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staf. Teori ini lebih menekankan pada staf dibandingkan dengan kualitas produksi, sehingga di Amerika teori ini masih banyak yang diperdebatkan.
7.      Teori Interaktif
Schein (1970) menekankan bahwa staf atau pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis. Sistem tersebut dianggap suatu sistem yang terbuka jika terjadi adanya perubahan energi dan informasi dengan lingkungan. Asumsi teori ini sebagai berikut.
a.       Manusia memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Mereka mempunyai motivasi yang bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan.
b.       Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi berkembang sesuai perubahan waktu.
c.       Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula.
d.      Penampilan seseorang dan produktivitas dipengaruhi oleh tugas yang harus diselesaikan, kemampuan seseorang, pengalaman, dan motivasi.
e.       Tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi.
Hollander (1978) mendukung teori tersebut. Ia menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf dipengaruhi oleh peran yang lainnya. Dia menekankan bahwa pemimpin adalah sebagai proses dua arah yang dinamis. Dia menekankan tiga dasar komponen yang terlibat dalam perubahan pemimpin, yaitu:
a.       pemimpin, termasuk personalitas pemimpin, persepsi, dan kemampuannya;
b.      staf, termasuk personalitas, persepsi, dan kemampuannya;
c.       lingkungan/situasi di mana pemimpin dan staf berfungsi, termasuk norma kelompok baik formal maupun informal, ukuran, kekuatan, dan ciri-ciri yang lainnya.
Menurut Holander (1978), pemimpin yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggunakan proses penyelesaian masalah, mempertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, menunjukkan kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dan kemampuan mengembangkan identifikasi kelompok.