MANAJEMEN KONFLIK (KOLABORASI DAN NEGOSIASI)
VIII.
MANAJEMEN KONFLIK (KOLABORASI DAN NEGOSIASI)
Marquis
dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah internal dan eksternal
yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau
keyakinan dari dua orang atau lebih. Littlefield (1995) mengatakan bahwa
konflik dapat dikategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu
kejadian, konflik terjadi akibat ketidaksetujuan antara dua orang atau
organisasi yang merasa kepentingannya terancam. Sebagai proses, konflik
dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang
atau kelompok, di mana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi atau
mencegah kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik di organisasi dapat
ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan organisasi,
ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan kepribadian, serta peran yang
membingungkan. Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap
tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi
dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik merupakan hal
yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah
jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat menghasilkan suatu
penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak terhadap
peningkatan dan pengembangan produksi. Di sini, peran manajer sangat penting
dalam mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang konstruktif
dalam menciptakan lingkungan yang produktif.. Jika konflik mengarah ke suatu
yang menghambat, maka manajer harus mengidentifikasi sejak awal dan secara
aktif melakukan intervensi supaya tidak berefek pada produktivitas dan motivasi
kerja. Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan menekankan pada
win-win solution merupakan keterampilan kritis dalam suatu manajemen
Sumber Konflik
Beberapa
sumber konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1.
Keterbatasan sumber daya.
2.
Perbedaan tujuan.
3.
Ketidakjelasan peran.
4.
Hubungan dalam pekerjaan.
5.
Perbedaan antar individu.
6.
Masalah organisasi.
7.
Masalah dalam komunikasi
Kategori Konflik
Di
dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal (Marquis dan
Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik
horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama, misalnya
konflik yang meliputi wewenang, keahlian, dan praktik. Konflik dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yakni, konflik intrapersonal, interpersonal, dan antar
kelompok
Konflik Intrapersonal
Konflik
yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal
untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini
sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer
mungkin merasa mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap
profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.
Konflik Interpersonal
Konflik
interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tujuan, dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan
berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer
sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahannya.
Konflik Antarkelompok (Intergroup)
Konflik
terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organisasi. Sumber
konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas
(kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana.
Proses Konflik
Proses konflik dibagi menjadi
beberapa tahapan.
1.
Konflik laten.
Tahapan
konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya,
kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut
memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik
yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2.
Konflik yang dirasakan (felt conflict).
Konflik
yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan,
tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap
keberadaannya.
3.
Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan.
Konflik
yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik. Setiap
orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan, dan
agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu , penyelesaian konflik
dalam suatu organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai
tujuan organisasi.
4.
Resolusi konflik.
Resolusi
konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang
yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution.
5.
Konflik aftermath.
Konflik
aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya
konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar dan bisa menjadi
penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera di atasi atau dikurangi.
Langkah-Langkah Menyelasikan
Konflik
Vestal
(1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi
pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
1.
Pengkajian.
a.
Analisis situasi.
Identifikasi
jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, setelah dilakukan
pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masing-masing. Tentukan jika
situasinya dapat diubah.
b.
Analisis dan mematikan isu yang berkembang.
Jelaskan
masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari
penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c.
Menyusun tujuan.
Jelaskan
tujuan spesifik yang akan dicapai.
2.
Identifikasi.
a.
Mengelola perasaan.
Hindari
respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai respons yang berbeda
terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
3.
Intervensi.
a.
Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b.
Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik memerlukan
strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi.
Kunci Langkah dalam Manajemen
Konflik
1.
Set the tone: kendalikan diri dan
jangan ada ancaman.
2.
Get the feeling: beri kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan.
3.
Get the fact: mendengarkan dan
mengamati dengan saksama.
4.
Ask for help: beri kesempatan
karyawan untuk mencari solusi yang terbaik dan gali konsekuensi dari keputusan
yang akan dibuat.
5.
Get a commitment: komitmen dan
pengorbanan.
6.
Follow up: tindak lanjuti secara
konsisten.
Beberapa Strategi Penyelesaian
Konflik
Strategi
penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam.
1.
Kompromi atau negosiasi.
Suatu
strategi penyelesaian konflik di mana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan
sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini
sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
2.
Kompetisi.
Strategi
ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini menekankan
hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang
kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan
keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.
3.
Akomodasi.
Istilah
lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Pada
strategi ini, masalah utama yang terjadi sebenarnya tidak terselesaikan.
Strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan
berbagai konsekuensinya.
4.
Smoothing.
Teknik
ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional
dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya
mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi
diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat
dipergunakan pada konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil
produksi.
5.
Menghindar.
Semua
yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah.
Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak,
biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga
dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
6.
Kolaborasi.
Strategi
ini merupakan strategi win-win solution.
Dalam kolaborasi, kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena keduanya yakin akan
tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan
bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,
kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah,
dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch dan Buono,
1994).
Negosiasi
Negosiasi
pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, negosiasi juga diartikan
sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan Huston, 1998). Negosiasi
sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik dengan pendekatan
kompromi. Selama negosiasi berlangsung, berbagai pihak yang terlibat menyerah
dan lebih menekankan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.
Smeltzer
(1991) mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif (setiap
orang menang), dan kompetitif (hanya satu orang yang menang). Satu hal yang
penting dalam negosiasi adalah apakah ada salah satu atau kedua pihak
menghendaki adanya perubahan hubungan yang berlangsung dengan meningkatkan
hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak menghendaki adanya perbaikan
hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif. Namun, jika hanya salah satu pihak
yang menghendaki perbaikan hubungan, maka yang muncul adalah tipe kompetitif.
Meskipun dalam negosiasi ada pihak yang menang dan kalah, sebagai negosiator
penting untuk memaksimalkan kemenangan
kedua
pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan kekalahan dengan membuat
pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama, dan membuat kedua belah pihak
merasa puas terhadap hasil negosiasi.
Terdapat
tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk memulai proses
negosiasi, yaitu: masalah harus dapat dinegosiasikan, negosiator harus tertarik
terhadap “take and give” selama
proses negosiasi, dan mereka harus saling percaya (Smeltzer, 1991).
Langkah-langkah
yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah sebagai berikut.
1.
Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena
pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka
semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2.
Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah melakukan
kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan tersebut sebagai
masukan dari tingkat bawah.
3.
Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan
efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga
diperhatikan oleh manajer.
4.
Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda negosiasi
alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
Ada
beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan kondisi
yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
1.
Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2.
Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3.
Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasi yang disampaikan.
4.
Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara Anda.
Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5.
Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah
pribadi pada saat negosiasi.
6.
Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7.
Jujur.
8.
Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
9.
Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan
mintalah waktu untuk menjawabnya.
10.
Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi berlangsung,
istirahatlah sebentar.
11.
Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
12.
Bersabarlah (Smeltzer, 1991).
Kunci Sukses dalam Melakukan
Negosiasi
Lakukan
1.
Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda mengetahui
keinginan orang lain.
2.
Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah, bukan sebagai
musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3.
Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat diterima, jika
Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4.
Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak. Perhatikan gerakan
tubuhnya.
5.
Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6.
Antisipasi penolakan.
7.
Tahu apa yang dapat Anda berikan.
8.
Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9.
Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap pendapat
Anda.
10.
Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11.
Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12.
Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak terhadap suatu
pendapat.
13.
Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar
Hindari
1.
Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar, dan menyepelekan.
2.
Trik yang tidak baik, seperti manipulasi.
3.
Distorsi.
4.
Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.
5.
Tidak berurutan.
6.
Membuat hanya satu pilihan.
7.
Memaksakan kehendak.
8. Berusaha menekankan pada satu pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar