METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
VI. METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model Metode Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP)
Sistem
MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi
tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan
kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki
nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen,
maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien
tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan
keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal
tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan
Faktor-faktor yang Berhubungan
dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap
upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1.
meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2.
menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3.
mempertahankan eksistensi institusi;
4.
meningkatkan kepuasan kerja;
5.
meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6.
menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada
pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode
praktik, dan standar.
Standar Praktik Keperawatan
Standar
praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdiri
atas beberapa standar, yaitu:
1.
menghargai hak-hak pasien;
2.
penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3.
observasi keadaan pasien;
4.
pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5.
asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6.
asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7.
pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8.
pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar
intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson),
meliputi:
1.
oksigen;
2.
cairan dan elektrolit;
3.
eliminasi;
4.
kemananan;
5.
kebersihan dan kenyamanan fisik;
6.
istirahat dan tidur;
7.
aktivitas dan gerak;
8.
spiritual;
9.
emosional;
10.
komunikasi;
11.
mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12.
pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13.
penyuluhan;
14.
rehabilitasi.
Model Praktik
1.
Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat
profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik
keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya
sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur
registrasi, dan legislasi keperawatan.
2.
Praktik keperawatan rumah.
Bentuk
praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini
dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan
perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3.
Praktik keperawatan berkelompok
Beberapa
perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat
yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan
dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang
dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di masa depan. Lama rawat pasien
di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan di rumah sakit
diperkirakan akan terus meningkat.
4.
Praktik keperawatan individual.
Pola
pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik
keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk
memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan
oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas
pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
Metode Pengelolaan Sistem Pemberian
Asuhan Keperawatan Profesional
Keberhasilan
suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode
sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada
beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin,
Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan
keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan
keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari beberapa
metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode
tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya
untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit.
Oleh karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya
antisipasi, “...jangan mengubah suatu sistem...justru menambah permasalahan...”
(Kurt Lewin, 1951dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur
utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis
dan Huston, 1998: 143).
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model
Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
1.
Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar
utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi
dan misi rumah sakit.
2.
Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses
keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan
kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh
pendekatan proses keperawatan.
3.
Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap
suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam
kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang
oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4.
Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan
akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan
yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5.
Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran
pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat.
Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru
menambah beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
6.
Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Komunikasi
secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar
pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat
meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga
kesehatan lainnya.
Jenis
Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Tabel Jenis
Model Asuhan Keperawatan
Model
|
Deskripsi
|
Penanggung Jawab
|
Fungsional
(bukan
model
MAKP )
|
• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan
jadwal kegiatan yang ada.
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada
saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien
di bangsal.
|
Perawat
yang bertugas pada tindakan tertentu.
|
Kasus
|
• Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada
pasien tertentu.
• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan
kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti
isolasi, perawatan insentif.
|
Manajer
keperawatan
|
Tim
|
• Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.
• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana
bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu.
|
Ketua
tim
|
Primer
|
• Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi
keperawatan.
• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
keperawatan.
• Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien
masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
|
Perawat
primer (PP)
|
Ada
lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan
terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1.
Fungsional (bukan model MAKP).
Metode
fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan
satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada
semua pasien di bangsal.
5.
Modifikasi: MAKP Tim-Primer.
Model
MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut
Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan
berikut.
a.
Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b.
Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c.
Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan
dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini
perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan tentang
asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.
.
Tabel
Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Tingkat
|
Praktik
Keperawatan
|
Metode
Pemberian Askep
|
Ketenagaan
|
Dokumentasi
|
Aspek
Riset
|
|
MAKP Pemula
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan profesi tingkat pemula
|
Modifikasi
keperawatan primer
|
|
Standar renpra
(masalah aktual)
|
-
|
|
MAKP I
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat I
|
Modifikasi
keperawatan primer
|
1.Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis
keperawatan (1: 9–10 pasien) sebagai CCM
3.S.Kep/Ners
sebagai PP
4. DIII keperawatan
sebagai PA
|
Standar renpra
(masalah aktual dan
masalah risiko)
|
1.Riset deskrptif
oleh PP
2.Identifikasi
masalah riset
3.Pemanfaatan hasil
riset
|
|
MAKP II
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan tingkat II
|
Manajemen kasus dan
keperawatan
|
1. Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis
keperawatan (1 : 3 PP)
3. Spesialist
keperawatan (1: 9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan
sebagai PA
|
Clinical
pathway/ standar renpra
(masalah aktual dan
risiko)
|
1. Riset eksperimen
oleh spesialis.
2.Identifikasi
masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil
riset.
|
|
MAKP III
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan tingkat III
|
Manajemen kasus
|
1. Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien.
2. Doktor
keperawatan klinik (konsultan)
3. Spesialis
keperawatan (1:3 PP)
4. S.Kp/Ners
sebagai PP
|
Clinical
pathway
|
1. Riset intervensi
lebih banyak.
2.Identifikasi
masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil
riset.
|
Metode Penghitungan Kebutuhan
Tenaga Keperawatan
Berikut
ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No.
262 Tahun 1979).
Metode
penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur sebagai
pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling sering
digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah hanya
mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut
dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika
kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis,
tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
TabelRasio jumlah tempat tidur
dan kebutuhan perawat
RUMAH
SAKIT
|
PERBANDINGAN
|
KELAS
A DAN B
|
TT:
Tenaga Medis = (4-7): 1
TT:
Tenaga Keperawatan = 1: 1
TT:
Nonkeperawatan = 3: 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 1: 1
|
KELAS
C
|
TT:
Tenaga Medis = 9 : 1
TT:
Tenaga Keperawatan = (3–4): 2
TT:
Nonkeperawatan = 5 : 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 3 : 4
|
KELAS
D
|
TT:
Tenaga Medis = 15 : 1
TT:
Tenaga Keperawatan = 2 : 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 6 : 1
|
Khusus
|
Disesuaikan
|
Cara
perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang
lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan
yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2.
Metode Need.
Metode
ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung
kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan
kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang menjalani
rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan
perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya.
Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan
dengan baik.
a.
Hudgins.
Penghitungan
kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan menggunakan metode dari
Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan,
TabelStandar waktu pelayanan
pasien rawat jalan
Kegiatan
|
Lama
waktu (menit) untuk pasien
|
|
Baru
|
Lama
|
|
Pendaftaran
Pemeriksaan
dokter
Pemeriksaan
asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium
|
3
15
18
51
5
|
4
11
11
0
7
|
Penghitungan
menggunakan rumus:
rata-rata
jam perawatan/hari × jumlah rata-rata pasien/hari
jumlah
jam kerja/hari
b.
Douglas.
Untuk
pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut.
1)Perawatan
minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
2)Perawatan
intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24 jam.
3)Perawatan
maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24 jam.
Penerapan
sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1)Kategori
I: perawatan mandiri.
a)
Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b)
Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c)
Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d)
Observasi tanda vital setiap sif.
e)
Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f)
Persiapan prosedur pengobatan.
2)Kategori
II: perawatan intermediate.
a)
Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b)
Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c)
Pengobatan lebih dari satu kali.
d)
Pakai kateter Foley.
e)
Pasang infus intake-output dicatat.
f)
Pengobatan perlu prosedur.
3)Kategori
III: perawatan total.
a)
Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b)
Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c)
Pemakaian slang Nasogastric Tube.
d)
Terapi intravena.
e)
Pemakaian suction.
f)
Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
•
dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh
perawat yang sama selama 22 hari;
•
setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
•
bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada klasifikasi di
atasnya.
Douglas
menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai standar
per sif.
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif
Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Jumlah
Pasien
|
Klasifikasi Pasien
|
||||||||
Minimal
|
Parsial
|
Total
|
|||||||
P
|
S
|
M
|
P
|
S
|
M
|
P
|
S
|
M
|
|
1
|
0,17
|
0,14
|
0,07
|
0,27
|
0,15
|
0,10
|
0,36
|
0,30
|
0,20
|
2
|
0,34
|
0,28
|
0,20
|
0,54
|
0,30
|
0,14
|
0,72
|
0,60
|
0,40
|
3
|
0,51
|
0,42
|
0,30
|
0,81
|
0,45
|
0,21
|
1,08
|
0,90
|
0,60
|
dst.
|
3.
Metode Demand.
Cara
demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata
dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan
waktu sebagai berikut:
a.Untuk
kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b.
Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c.Untuk
kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
Tabel Rata-rata jam
perawatan yang dibutuhkan selama 24 jam
Jenis
Pelayanan
|
Rata-rata
jam perawatan/hari/pasien
|
Nonbedah
|
3,4
|
Bedah
|
3,5
|
Campuran
bedah dan nonbedah
|
3,5
|
Postpartum
|
3
|
Bayi
baru lahir
|
2,5
|
4. Metode Gilles.
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan
adalah:
Keterangan:
A=
rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B=
rata-rata jumlah pasien/hari
C=
jumlah hari/tahun
D=
jumlah hari libur masing-masing perawat
E=
jumlah jam kerja masing-masing perawat
F=
jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G
= jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H=
jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b.
Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:
Rata-rata
jam perawatan/hari × rata-rata jumlah jam perawatan/hari
Jumlah jam kerja efektif/hari
c.
Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka
jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% × jumlah hari cuti hamil ×
jumlah jam kerja/hari
Tambahan
tenaga:
5% × jumlah tenaga × jumlah jam kerja
cuti hamil
jumlah
jam kerja efektif/tahun
Catatan:
1)
Jumlah hari takkerja/tahun.
Hari
minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) + cuti
sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2)
Jumlah hari kerja efektif/tahun.
Jumlah
hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365 – 86 = 279 hari.
3)
Jumlah hari efektif/minggu = 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah
jam kerja perawat perminggu = 40 jam.
4)
Cuti hamil = 12 × 6 = 72 hari.
5)
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk
antisipasi kekurangan/cadangan).
6)
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan.
Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%.
7)
Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55% tenaga
profesional dan 45% tenaga nonprofesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam
memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai
berikut.
a.
Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan
tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care.
Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari.
Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
1)
Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2)
Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3)
Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4)
Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b.
Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha
Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60
menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60
menit/pasien (Gillies, 1996).
c.
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1996),
waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.
5.
Metode formulasi Nina.
Dalam
metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
a.
Tahap I.
Dihitung
A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.
b.
Tahap II.
Dihitung
B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari.
B
= A × tempat tidur.
c.
Tahap III.
Dihitung
C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun.
C
= B × 365 hari.
d.
Tahap IV.
Dihitung
D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun. D
= C × BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
e.
Tahap V.
Didapatkan
E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.
E
= D/1878.
Angka
1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 − 52 hari minggu = 313 hari)
dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6 jam).
6.
Metode hasil lokakarya keperawatan.
Penentuan
kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan dengan mengubah satuan
hari dengan minggu. Rumus untuk penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan
adalah sebagai berikut.
Jam
perawatan 24 jam × 7 (tempat tidur × BOR)
+
25%
Hari kerja efektif × 40 jam
Formula
ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang dihitung dari: 365
− (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari cuti tahunan) = 289 hari
atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu
minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25%
adalah untuk penyesuaian terhadap produktivitas.
7.
Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full
Time Equivalent (FTE).
Keputusan
untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan pada populasi
pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan dan keterampilan perawat
serta filosofi organisasi tentang perawat dan perawatan pasien. Penentuan
jumlah dan jenis perawat dilakukan berdasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa seorang
perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja selama 40 jam/minggu
atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah waktu tersebut meliputi waktu
produktif maupun nonproduktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya waktu
produktif yang digunakan untuk perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan
hari perawatan dan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya
karena akan memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.
Contoh
penghitungan FTE dan tenaga perawat:
Total
beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentukan berdasarkan
jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan hari perawatan pasien (PD)
menggunakan rumus berikut.
Keterangan:
W=
Beban Kerja (Workload)
PD
= Hari perawatan pasien (Patient Days)
ACH=
Rerata jumlah jam kerja perawat (Average
Care Hours per 24 hours)
Σ
= jumlah tingkat klasifikasi pasien
5
= konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien
Tabel Rerata jam perawatan dan hari rawat pasien
Tingkat klasifikasi
pasien
|
Rerata jam
perawatan dalam 24 jam
|
Proyeksi jumlah
hari rawat pasien
|
1
|
3,5
|
1.500
|
2
|
5,0
|
2.500
|
3
|
9,0
|
3.000
|
4
|
13,0
|
2.100
|
5
|
17,5
|
1.100
|
Berdasarkan
tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja unit adalah 91.300
jam.
Informasi
tambahan yang didapatkan adalah:
a.
1 FTE = 2.080 jam
b.
Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produktif adalah
1.768/FTE)
c.
Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar yaitu 55%
untuk sif siang dan 45% untuk sif malam
d.
Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15% Licensed
Practical Nurse (LPN), 10% Nurse Assistants (NA).
Tenaga
perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun
= 51.64 FTE tenaga perawat yang dibutuhkan dalam satu tahun
1.769
jam produktif/FTE
Jumlah
perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung dengan cara berikut.
a.
Siang: 51,64 FTE × 55% = 28,4 FTE
b.
Malam: 51,64 FTE × 45% = 23,2 FTE.
Jenis
tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:
a.
Siang:
•
RN: 28,4 × 75% = 21,3
•
LPN: 28,4 × 15% = 4,26
•
NA: 28,4 × 10% = 2,84
b.
Malam:
•
RN: 23,2 × 75% = 17,4
•
LPN: 23,2 × 15% = 3,48
•
NA: 23,2 × 10% = 2,32.
8.
Berdasarkan pengelompokan unit kerja dirumah sakit (Depkes, 2011).
Kebutuhan
tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada
di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah
sakit sebagai berikut
a.
Rawat inap
Berdasarkan
klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
•
tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
•
jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
•
jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
•
jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah
tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Jumlah
jam perawatan
Jam kerja efektif per sif
Untuk
penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan hari
libur/cuti/hari besar (loss day).
Loss
day
=
Jumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari
besar x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja
efektif
Jumlah
tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing
jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan
ruangan
kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan
keperawatan.
(Jumlah
tenaga keperawatan + loss day ) × 25%
Jumlah
tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
•
tingkat ketergantungan pasien:
Pasien
diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan
terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
1)
Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a)
kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b)
makan dan minum dilakukan sendiri;
c)
ambulasi dengan pengawasan;
d)
observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e)
pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2)
Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a)
kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b)
observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c)
ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3)
Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a)
sebagian besar aktivitas dibantu;
b)
observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;
c)
terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
d)
terpasang infus;
e)
pengobatan lebih dari sekali;
f)
persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4)
Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a)
segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b)
posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;
c)
makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d)
gelisah/disorientasi.
Jumlah
perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah
jam perawatan di ruangan hari
Jam efektif perawat
Untuk
penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari
libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day
=
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti
+ hari besar
+
Jumlah perawat yang diperlukan
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah
tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing
jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,
kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam
pelayanan keperawatan.
(Jumlah
tenaga keperawatan + loss day) × 25%
b.
Jumlah tenaga untuk kamar operasi
1)
Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a)
jumlah dan jenis operasi;
b)
jumlah kamar operasi;
c)
Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
d)
Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2
orang/tim);
e)
Tingkat ketergantungan pasien:
-
Operasi besar: 5 jam/ operasi;
-
Operasi sedang: 2 jam/operasi;
-
Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
(Jumlah
jam perawatan/hari Jumlah operasi) × Jumlah perawat dalam tim
Jam kerja efektif/hari
c.
Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1)
Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2)
Ketergantungan di RR: 1 jam
Jumlah
jam perawatan × Rata-rata jumlah pasien/hari
Jam kerja efektif/hari
Perhitungan
di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD
d.
Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar
perhitungan di gawat darurat adalah:
1.
Rata-rata jumlah pasien per hari
2.
Jumlah jam perawatan per hari
3.
Jam efektif per hari
Rata-rata
jumlah pasien × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja efektif/hari
Ditambah
lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
e.
Critical Care
Rata-rata
jumlah pasien/hari = 10
Jumlah
jam perawatan/hari = 12
Rata-rata
jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja/hari
Ditambah
lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
f.
Rawat Jalan
Jumlah
pasien/hari = 100 orang
Jumlah
jam perawatan/hari = 15 menit
Rata-rata
jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam efektif/hari (7 jam) × 60 menit
Ditambah
koreksi 15%
g.
Kamar Bersalin
Waktu
pertolongan kala I−IV = 4 jam/pasien
Jam
kerja efektif = 7 jam/hari
Rata-rata
jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Jumlah
setiap hari rata-rata × 4 jam
7 jam/hari
Ditambah
lost day.
Penghitungan Beban Kerja
Beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara
lain:
1.
jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2.
kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3.
rata-rata hari perawatan;
4.
pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan;
5.
frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6.
rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada
tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel
antara lain sebagai berikut
1.
Work sampling.
Teknik
ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang dipangku
oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada metode
work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain:
a.
aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b.
apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja;
c.
proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif;
d.
pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk
mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
menentukan jenis personel yang akan disurvei.
b.
bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek
personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple random sampling
untuk mendapatkan sampel yang representatif.
c.
membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan
produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung
dan tidak langsung.
d.
melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan
work sampling.
e.
pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit tergantung
karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada
teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari
sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan
kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan
penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis
dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.
2.
Time and motion study.
Pada
teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang
dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan
didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah untuk
melakukan teknik ini yaitu:
a.
menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode
purposive sampling;
b.
membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel;
c.
daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel
yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan
pengamatan;
d.
membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi
kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi;
e.
menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian
dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat
kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara
baku oleh suatu instansi seperti rumah sakit.
Dari
metode work sampling dan time and motion
study maka akan dihasilkan output sebagai berikut.
a.
Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing
pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya
dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan
selama jam kerja.
b.
Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau
karakteristik demografis dan sosial.
c.
Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban
kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin
atau variabel lain.
d.
Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan
kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3.
Daily log.
Daily
log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling
yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan
meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari
personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang
murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari
sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti
menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personal yang
diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis
kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi
rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara
rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari
pengamatan dengan daily log
Analisis Kebutuhan tenaga
Berdasarkan Beban Kerja (WISN)
WISN
(Workload Indicator Staff Need)
adalah indikator yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu
tempat kerja berdasarkan beban kerja, sehingga
alokasi/relokasi
akan lebih mudah dan rasional. Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan
beban kerja (WISN) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan
pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap
unit kerja di suatu tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan,
mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5
langkah, yaitu sebagai berikut.
1.
Menetapkan waktu kerja tersedia.
Menetapkan
waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia
masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun. Data
yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia yaitu:
a.
Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah
setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari
kerja (5 hari × 50 minggu). (A)
b.
Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja
setiap tahun. (B)
c.
Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori SDM
memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari
kerja. (C)
d.
Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari
Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002−2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4
hari kerja untuk cuti bersama. (D)
e.
Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama kurun
waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa
pemberitahuan/izin. (E)
f.
Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan
Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari
kerja/minggu). (F)
Waktu
Kerja Tersedia = {A − (B + C + D + E)} × F
Keterangan:
A
= Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B
= Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C
= Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila
ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja atau perusahaan
menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan
pelatihan lebih lama dibanding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu
kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2.
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.
Menetapkan
unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan
kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan baik di
dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh di rumah sakit, data dan
informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM adalah
sebagai berikut.
a.
Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing
unit dan sub-unit kerja.
b.
Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional,
misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS Bidang/Bagian Informasi.
c.
Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
d.
PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
e.
Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM kesehatan.
f.
Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP).
Langkah
awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai
kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi, dan akuntabilitas
pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
Langkah
awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi
atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan
kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
3.
Menyusun standar beban kerja.
Standar
beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori
SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yang
tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.
Data
dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing
kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.
a.
Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil yang telah
ditetapkan pada langkah kedua.
b.
Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.
c.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk
melaksanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.
d.
Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.
Beban
kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meliputi hal-hal
berikut.
a.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
Kegiatan
pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar pelayanan dan
standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan perusahaan yang
dilaksanakan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.
b.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata
waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan
pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk
menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan,
standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia
serta kompetensi SDM.
Rata-rata
waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan
kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan
dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi,
kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan
memiliki etos kerja yang baik.
c.
Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar
beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori
SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja
tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun
rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:
Standar
Beban Kerja = Waktu kerja tersedia
Rata-rata waktu kegiatan pokok
4.
Menyusun standar kelonggaran
Penyusunan
standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran tiap
kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan
suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya
kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan
faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada
tiap kategori tentang:
a.
Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pelanggan,
misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan bahan habis
pakai.
b.
Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.
c.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama
pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai
dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat
dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan
dengan pelayanan pada pelanggan untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data
penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah
faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di
bawah ini:
Standar
kelonggaran = Waktu per faktor
kelonggaran
Waktu
kerja tersedia
5.
Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja.
Perhitungan
kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah dan
jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun. Sumber
data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi:
a.
data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:
•
waktu kerja tersedia;
•
standar beban kerja;
•
standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.
b.
kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.
Contoh
di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data
kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun
waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelaydari laporan kegiatan RS (SP2RS),
untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap poli
rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap
poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat
Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.
1.
Jumlah tempat tidur
2.
Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.
3.
Rata-rata sensus harian.
4.
Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).
Data
kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran
merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan
unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Standar
SDM = Total produk layanan + Standar kelonggaran
Standar beban kerjaanan
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM
METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
VI. METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model Metode Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP)
Sistem
MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi
tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan
kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki
nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen,
maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien
tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan
keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal
tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan
Faktor-faktor yang Berhubungan
dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap
upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1.
meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2.
menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3.
mempertahankan eksistensi institusi;
4.
meningkatkan kepuasan kerja;
5.
meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6.
menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada
pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode
praktik, dan standar.
Standar Praktik Keperawatan
Standar
praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdiri
atas beberapa standar, yaitu:
1.
menghargai hak-hak pasien;
2.
penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3.
observasi keadaan pasien;
4.
pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5.
asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6.
asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7.
pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8.
pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar
intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson),
meliputi:
1.
oksigen;
2.
cairan dan elektrolit;
3.
eliminasi;
4.
kemananan;
5.
kebersihan dan kenyamanan fisik;
6.
istirahat dan tidur;
7.
aktivitas dan gerak;
8.
spiritual;
9.
emosional;
10.
komunikasi;
11.
mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12.
pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13.
penyuluhan;
14.
rehabilitasi.
Model Praktik
1.
Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat
profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik
keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya
sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur
registrasi, dan legislasi keperawatan.
2.
Praktik keperawatan rumah.
Bentuk
praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini
dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan
perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3.
Praktik keperawatan berkelompok
Beberapa
perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat
yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan
dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang
dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di masa depan. Lama rawat pasien
di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan di rumah sakit
diperkirakan akan terus meningkat.
4.
Praktik keperawatan individual.
Pola
pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik
keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk
memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan
oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas
pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
Metode Pengelolaan Sistem Pemberian
Asuhan Keperawatan Profesional
Keberhasilan
suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode
sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada
beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin,
Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan
keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan
keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari beberapa
metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode
tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya
untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit.
Oleh karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya
antisipasi, “...jangan mengubah suatu sistem...justru menambah permasalahan...”
(Kurt Lewin, 1951dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur
utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis
dan Huston, 1998: 143).
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model
Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
1.
Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar
utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi
dan misi rumah sakit.
2.
Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses
keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan
kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh
pendekatan proses keperawatan.
3.
Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap
suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam
kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang
oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4.
Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan
akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan
yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5.
Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran
pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat.
Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru
menambah beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
6.
Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Komunikasi
secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar
pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat
meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga
kesehatan lainnya.
Jenis
Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Tabel Jenis
Model Asuhan Keperawatan
Model
|
Deskripsi
|
Penanggung Jawab
|
Fungsional
(bukan
model
MAKP )
|
• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan
jadwal kegiatan yang ada.
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada
saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien
di bangsal.
|
Perawat
yang bertugas pada tindakan tertentu.
|
Kasus
|
• Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada
pasien tertentu.
• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan
kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti
isolasi, perawatan insentif.
|
Manajer
keperawatan
|
Tim
|
• Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.
• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana
bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu.
|
Ketua
tim
|
Primer
|
• Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi
keperawatan.
• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
keperawatan.
• Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien
masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
|
Perawat
primer (PP)
|
Ada
lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan
terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1.
Fungsional (bukan model MAKP).
Metode
fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan
satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada
semua pasien di bangsal.
5.
Modifikasi: MAKP Tim-Primer.
Model
MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut
Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan
berikut.
a.
Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b.
Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c.
Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan
dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini
perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan tentang
asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.
.
Tabel
Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Tingkat
|
Praktik
Keperawatan
|
Metode
Pemberian Askep
|
Ketenagaan
|
Dokumentasi
|
Aspek
Riset
|
|
MAKP Pemula
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan profesi tingkat pemula
|
Modifikasi
keperawatan primer
|
|
Standar renpra
(masalah aktual)
|
-
|
|
MAKP I
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat I
|
Modifikasi
keperawatan primer
|
1.Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis
keperawatan (1: 9–10 pasien) sebagai CCM
3.S.Kep/Ners
sebagai PP
4. DIII keperawatan
sebagai PA
|
Standar renpra
(masalah aktual dan
masalah risiko)
|
1.Riset deskrptif
oleh PP
2.Identifikasi
masalah riset
3.Pemanfaatan hasil
riset
|
|
MAKP II
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan tingkat II
|
Manajemen kasus dan
keperawatan
|
1. Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis
keperawatan (1 : 3 PP)
3. Spesialist
keperawatan (1: 9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan
sebagai PA
|
Clinical
pathway/ standar renpra
(masalah aktual dan
risiko)
|
1. Riset eksperimen
oleh spesialis.
2.Identifikasi
masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil
riset.
|
|
MAKP III
|
Mampu memberikan
asuhan keperawatan tingkat III
|
Manajemen kasus
|
1. Jumlah sesuai
tingkat ketergantungan pasien.
2. Doktor
keperawatan klinik (konsultan)
3. Spesialis
keperawatan (1:3 PP)
4. S.Kp/Ners
sebagai PP
|
Clinical
pathway
|
1. Riset intervensi
lebih banyak.
2.Identifikasi
masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil
riset.
|
Metode Penghitungan Kebutuhan
Tenaga Keperawatan
Berikut
ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No.
262 Tahun 1979).
Metode
penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur sebagai
pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling sering
digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah hanya
mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut
dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika
kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis,
tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
TabelRasio jumlah tempat tidur
dan kebutuhan perawat
RUMAH
SAKIT
|
PERBANDINGAN
|
KELAS
A DAN B
|
TT:
Tenaga Medis = (4-7): 1
TT:
Tenaga Keperawatan = 1: 1
TT:
Nonkeperawatan = 3: 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 1: 1
|
KELAS
C
|
TT:
Tenaga Medis = 9 : 1
TT:
Tenaga Keperawatan = (3–4): 2
TT:
Nonkeperawatan = 5 : 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 3 : 4
|
KELAS
D
|
TT:
Tenaga Medis = 15 : 1
TT:
Tenaga Keperawatan = 2 : 1
TT:
Tenaga Nonmedis = 6 : 1
|
Khusus
|
Disesuaikan
|
Cara
perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang
lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan
yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2.
Metode Need.
Metode
ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung
kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan
kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang menjalani
rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan
perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya.
Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan
dengan baik.
a.
Hudgins.
Penghitungan
kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan menggunakan metode dari
Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan,
TabelStandar waktu pelayanan
pasien rawat jalan
Kegiatan
|
Lama
waktu (menit) untuk pasien
|
|
Baru
|
Lama
|
|
Pendaftaran
Pemeriksaan
dokter
Pemeriksaan
asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium
|
3
15
18
51
5
|
4
11
11
0
7
|
Penghitungan
menggunakan rumus:
rata-rata
jam perawatan/hari × jumlah rata-rata pasien/hari
jumlah
jam kerja/hari
b.
Douglas.
Untuk
pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut.
1)Perawatan
minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
2)Perawatan
intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24 jam.
3)Perawatan
maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24 jam.
Penerapan
sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1)Kategori
I: perawatan mandiri.
a)
Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b)
Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c)
Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d)
Observasi tanda vital setiap sif.
e)
Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f)
Persiapan prosedur pengobatan.
2)Kategori
II: perawatan intermediate.
a)
Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b)
Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c)
Pengobatan lebih dari satu kali.
d)
Pakai kateter Foley.
e)
Pasang infus intake-output dicatat.
f)
Pengobatan perlu prosedur.
3)Kategori
III: perawatan total.
a)
Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b)
Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c)
Pemakaian slang Nasogastric Tube.
d)
Terapi intravena.
e)
Pemakaian suction.
f)
Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
•
dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh
perawat yang sama selama 22 hari;
•
setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
•
bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada klasifikasi di
atasnya.
Douglas
menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai standar
per sif.
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif
Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Jumlah
Pasien
|
Klasifikasi Pasien
|
||||||||
Minimal
|
Parsial
|
Total
|
|||||||
P
|
S
|
M
|
P
|
S
|
M
|
P
|
S
|
M
|
|
1
|
0,17
|
0,14
|
0,07
|
0,27
|
0,15
|
0,10
|
0,36
|
0,30
|
0,20
|
2
|
0,34
|
0,28
|
0,20
|
0,54
|
0,30
|
0,14
|
0,72
|
0,60
|
0,40
|
3
|
0,51
|
0,42
|
0,30
|
0,81
|
0,45
|
0,21
|
1,08
|
0,90
|
0,60
|
dst.
|
3.
Metode Demand.
Cara
demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata
dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan
waktu sebagai berikut:
a.Untuk
kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b.
Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c.Untuk
kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
Tabel Rata-rata jam
perawatan yang dibutuhkan selama 24 jam
Jenis
Pelayanan
|
Rata-rata
jam perawatan/hari/pasien
|
Nonbedah
|
3,4
|
Bedah
|
3,5
|
Campuran
bedah dan nonbedah
|
3,5
|
Postpartum
|
3
|
Bayi
baru lahir
|
2,5
|
4. Metode Gilles.
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan
adalah:
Keterangan:
A=
rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B=
rata-rata jumlah pasien/hari
C=
jumlah hari/tahun
D=
jumlah hari libur masing-masing perawat
E=
jumlah jam kerja masing-masing perawat
F=
jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G
= jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H=
jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b.
Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:
Rata-rata
jam perawatan/hari × rata-rata jumlah jam perawatan/hari
Jumlah jam kerja efektif/hari
c.
Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka
jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% × jumlah hari cuti hamil ×
jumlah jam kerja/hari
Tambahan
tenaga:
5% × jumlah tenaga × jumlah jam kerja
cuti hamil
jumlah
jam kerja efektif/tahun
Catatan:
1)
Jumlah hari takkerja/tahun.
Hari
minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) + cuti
sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2)
Jumlah hari kerja efektif/tahun.
Jumlah
hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365 – 86 = 279 hari.
3)
Jumlah hari efektif/minggu = 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah
jam kerja perawat perminggu = 40 jam.
4)
Cuti hamil = 12 × 6 = 72 hari.
5)
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk
antisipasi kekurangan/cadangan).
6)
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan.
Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%.
7)
Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55% tenaga
profesional dan 45% tenaga nonprofesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam
memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai
berikut.
a.
Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan
tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care.
Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari.
Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
1)
Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2)
Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3)
Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4)
Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b.
Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha
Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60
menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60
menit/pasien (Gillies, 1996).
c.
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1996),
waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.
5.
Metode formulasi Nina.
Dalam
metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
a.
Tahap I.
Dihitung
A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.
b.
Tahap II.
Dihitung
B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari.
B
= A × tempat tidur.
c.
Tahap III.
Dihitung
C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun.
C
= B × 365 hari.
d.
Tahap IV.
Dihitung
D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun. D
= C × BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
e.
Tahap V.
Didapatkan
E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.
E
= D/1878.
Angka
1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 − 52 hari minggu = 313 hari)
dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6 jam).
6.
Metode hasil lokakarya keperawatan.
Penentuan
kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan dengan mengubah satuan
hari dengan minggu. Rumus untuk penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan
adalah sebagai berikut.
Jam
perawatan 24 jam × 7 (tempat tidur × BOR)
+
25%
Hari kerja efektif × 40 jam
Formula
ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang dihitung dari: 365
− (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari cuti tahunan) = 289 hari
atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu
minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25%
adalah untuk penyesuaian terhadap produktivitas.
7.
Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full
Time Equivalent (FTE).
Keputusan
untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan pada populasi
pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan dan keterampilan perawat
serta filosofi organisasi tentang perawat dan perawatan pasien. Penentuan
jumlah dan jenis perawat dilakukan berdasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa seorang
perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja selama 40 jam/minggu
atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah waktu tersebut meliputi waktu
produktif maupun nonproduktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya waktu
produktif yang digunakan untuk perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan
hari perawatan dan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya
karena akan memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.
Contoh
penghitungan FTE dan tenaga perawat:
Total
beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentukan berdasarkan
jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan hari perawatan pasien (PD)
menggunakan rumus berikut.
Keterangan:
W=
Beban Kerja (Workload)
PD
= Hari perawatan pasien (Patient Days)
ACH=
Rerata jumlah jam kerja perawat (Average
Care Hours per 24 hours)
Σ
= jumlah tingkat klasifikasi pasien
5
= konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien
Tabel Rerata jam perawatan dan hari rawat pasien
Tingkat klasifikasi
pasien
|
Rerata jam
perawatan dalam 24 jam
|
Proyeksi jumlah
hari rawat pasien
|
1
|
3,5
|
1.500
|
2
|
5,0
|
2.500
|
3
|
9,0
|
3.000
|
4
|
13,0
|
2.100
|
5
|
17,5
|
1.100
|
Berdasarkan
tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja unit adalah 91.300
jam.
Informasi
tambahan yang didapatkan adalah:
a.
1 FTE = 2.080 jam
b.
Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produktif adalah
1.768/FTE)
c.
Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar yaitu 55%
untuk sif siang dan 45% untuk sif malam
d.
Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15% Licensed
Practical Nurse (LPN), 10% Nurse Assistants (NA).
Tenaga
perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun
= 51.64 FTE tenaga perawat yang dibutuhkan dalam satu tahun
1.769
jam produktif/FTE
Jumlah
perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung dengan cara berikut.
a.
Siang: 51,64 FTE × 55% = 28,4 FTE
b.
Malam: 51,64 FTE × 45% = 23,2 FTE.
Jenis
tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:
a.
Siang:
•
RN: 28,4 × 75% = 21,3
•
LPN: 28,4 × 15% = 4,26
•
NA: 28,4 × 10% = 2,84
b.
Malam:
•
RN: 23,2 × 75% = 17,4
•
LPN: 23,2 × 15% = 3,48
•
NA: 23,2 × 10% = 2,32.
8.
Berdasarkan pengelompokan unit kerja dirumah sakit (Depkes, 2011).
Kebutuhan
tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada
di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah
sakit sebagai berikut
a.
Rawat inap
Berdasarkan
klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
•
tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
•
jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
•
jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
•
jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah
tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Jumlah
jam perawatan
Jam kerja efektif per sif
Untuk
penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan hari
libur/cuti/hari besar (loss day).
Loss
day
=
Jumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari
besar x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja
efektif
Jumlah
tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing
jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan
ruangan
kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan
keperawatan.
(Jumlah
tenaga keperawatan + loss day ) × 25%
Jumlah
tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
•
tingkat ketergantungan pasien:
Pasien
diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan
terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
1)
Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a)
kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b)
makan dan minum dilakukan sendiri;
c)
ambulasi dengan pengawasan;
d)
observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e)
pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2)
Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a)
kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b)
observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c)
ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3)
Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a)
sebagian besar aktivitas dibantu;
b)
observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;
c)
terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
d)
terpasang infus;
e)
pengobatan lebih dari sekali;
f)
persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4)
Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a)
segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b)
posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;
c)
makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d)
gelisah/disorientasi.
Jumlah
perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah
jam perawatan di ruangan hari
Jam efektif perawat
Untuk
penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari
libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day
=
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti
+ hari besar
+
Jumlah perawat yang diperlukan
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah
tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing
jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,
kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam
pelayanan keperawatan.
(Jumlah
tenaga keperawatan + loss day) × 25%
b.
Jumlah tenaga untuk kamar operasi
1)
Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a)
jumlah dan jenis operasi;
b)
jumlah kamar operasi;
c)
Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
d)
Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2
orang/tim);
e)
Tingkat ketergantungan pasien:
-
Operasi besar: 5 jam/ operasi;
-
Operasi sedang: 2 jam/operasi;
-
Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
(Jumlah
jam perawatan/hari Jumlah operasi) × Jumlah perawat dalam tim
Jam kerja efektif/hari
c.
Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1)
Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2)
Ketergantungan di RR: 1 jam
Jumlah
jam perawatan × Rata-rata jumlah pasien/hari
Jam kerja efektif/hari
Perhitungan
di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD
d.
Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar
perhitungan di gawat darurat adalah:
1.
Rata-rata jumlah pasien per hari
2.
Jumlah jam perawatan per hari
3.
Jam efektif per hari
Rata-rata
jumlah pasien × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja efektif/hari
Ditambah
lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
e.
Critical Care
Rata-rata
jumlah pasien/hari = 10
Jumlah
jam perawatan/hari = 12
Rata-rata
jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja/hari
Ditambah
lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
f.
Rawat Jalan
Jumlah
pasien/hari = 100 orang
Jumlah
jam perawatan/hari = 15 menit
Rata-rata
jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam efektif/hari (7 jam) × 60 menit
Ditambah
koreksi 15%
g.
Kamar Bersalin
Waktu
pertolongan kala I−IV = 4 jam/pasien
Jam
kerja efektif = 7 jam/hari
Rata-rata
jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Jumlah
setiap hari rata-rata × 4 jam
7 jam/hari
Ditambah
lost day.
Penghitungan Beban Kerja
Beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara
lain:
1.
jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2.
kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3.
rata-rata hari perawatan;
4.
pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan;
5.
frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6.
rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada
tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel
antara lain sebagai berikut
1.
Work sampling.
Teknik
ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang dipangku
oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada metode
work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain:
a.
aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b.
apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja;
c.
proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif;
d.
pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk
mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
menentukan jenis personel yang akan disurvei.
b.
bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek
personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple random sampling
untuk mendapatkan sampel yang representatif.
c.
membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan
produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung
dan tidak langsung.
d.
melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan
work sampling.
e.
pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit tergantung
karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada
teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari
sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan
kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan
penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis
dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.
2.
Time and motion study.
Pada
teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang
dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan
didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah untuk
melakukan teknik ini yaitu:
a.
menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode
purposive sampling;
b.
membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel;
c.
daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel
yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan
pengamatan;
d.
membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi
kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi;
e.
menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian
dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat
kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara
baku oleh suatu instansi seperti rumah sakit.
Dari
metode work sampling dan time and motion
study maka akan dihasilkan output sebagai berikut.
a.
Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing
pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya
dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan
selama jam kerja.
b.
Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau
karakteristik demografis dan sosial.
c.
Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban
kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin
atau variabel lain.
d.
Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan
kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3.
Daily log.
Daily
log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling
yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan
meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari
personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang
murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari
sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti
menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personal yang
diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis
kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi
rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara
rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari
pengamatan dengan daily log
Analisis Kebutuhan tenaga
Berdasarkan Beban Kerja (WISN)
WISN
(Workload Indicator Staff Need)
adalah indikator yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu
tempat kerja berdasarkan beban kerja, sehingga
alokasi/relokasi
akan lebih mudah dan rasional. Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan
beban kerja (WISN) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan
pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap
unit kerja di suatu tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan,
mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5
langkah, yaitu sebagai berikut.
1.
Menetapkan waktu kerja tersedia.
Menetapkan
waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia
masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun. Data
yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia yaitu:
a.
Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah
setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari
kerja (5 hari × 50 minggu). (A)
b.
Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja
setiap tahun. (B)
c.
Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori SDM
memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari
kerja. (C)
d.
Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari
Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002−2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4
hari kerja untuk cuti bersama. (D)
e.
Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama kurun
waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa
pemberitahuan/izin. (E)
f.
Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan
Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari
kerja/minggu). (F)
Waktu
Kerja Tersedia = {A − (B + C + D + E)} × F
Keterangan:
A
= Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B
= Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C
= Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila
ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja atau perusahaan
menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan
pelatihan lebih lama dibanding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu
kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2.
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.
Menetapkan
unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan
kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan baik di
dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh di rumah sakit, data dan
informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM adalah
sebagai berikut.
a.
Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing
unit dan sub-unit kerja.
b.
Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional,
misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS Bidang/Bagian Informasi.
c.
Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
d.
PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
e.
Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM kesehatan.
f.
Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP).
Langkah
awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai
kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi, dan akuntabilitas
pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
Langkah
awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi
atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan
kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
3.
Menyusun standar beban kerja.
Standar
beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori
SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yang
tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.
Data
dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing
kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.
a.
Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil yang telah
ditetapkan pada langkah kedua.
b.
Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.
c.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk
melaksanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.
d.
Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.
Beban
kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meliputi hal-hal
berikut.
a.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
Kegiatan
pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar pelayanan dan
standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan perusahaan yang
dilaksanakan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.
b.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata
waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan
pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk
menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan,
standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia
serta kompetensi SDM.
Rata-rata
waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan
kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan
dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi,
kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan
memiliki etos kerja yang baik.
c.
Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar
beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori
SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja
tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun
rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:
Standar
Beban Kerja = Waktu kerja tersedia
Rata-rata waktu kegiatan pokok
4.
Menyusun standar kelonggaran
Penyusunan
standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran tiap
kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan
suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya
kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan
faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada
tiap kategori tentang:
a.
Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pelanggan,
misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan bahan habis
pakai.
b.
Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.
c.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama
pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai
dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat
dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan
dengan pelayanan pada pelanggan untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data
penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah
faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di
bawah ini:
Standar
kelonggaran = Waktu per faktor
kelonggaran
Waktu
kerja tersedia
5.
Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja.
Perhitungan
kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah dan
jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun. Sumber
data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi:
a.
data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:
•
waktu kerja tersedia;
•
standar beban kerja;
•
standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.
b.
kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.
Contoh
di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data
kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun
waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelaydari laporan kegiatan RS (SP2RS),
untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap poli
rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap
poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat
Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.
1.
Jumlah tempat tidur
2.
Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.
3.
Rata-rata sensus harian.
4.
Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).
Data
kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran
merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan
unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Standar
SDM = Total produk layanan + Standar kelonggaran
Standar beban kerjaanan
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar