Jumat, 12 Agustus 2016

METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL MODEL METODE ASUHAN KEPERAWATAN (MAKP)

METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

VI.  METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2. menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3. mempertahankan eksistensi institusi;
4. meningkatkan kepuasan kerja;
5. meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6. menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode praktik, dan standar.
Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:
1. menghargai hak-hak pasien;
2. penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3. observasi keadaan pasien;
4. pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5. asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6. asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7. pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8. pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson), meliputi:
1. oksigen;
2. cairan dan elektrolit;
3. eliminasi;
4. kemananan;
5. kebersihan dan kenyamanan fisik;
6. istirahat dan tidur;
7. aktivitas dan gerak;
8. spiritual;
9. emosional;
10. komunikasi;
11. mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12. pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13. penyuluhan;
14. rehabilitasi.
Model Praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah.
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok
Beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di masa depan. Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual.
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisipasi, “...jangan mengubah suatu sistem...justru menambah permasalahan...” (Kurt Lewin, 1951dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis dan Huston, 1998: 143).
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5. Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Tabel  Jenis Model Asuhan Keperawatan
Model
Deskripsi
Penanggung Jawab
Fungsional
(bukan
model MAKP )
• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu.
Kasus
• Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.
• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.
Manajer keperawatan
Tim
• Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.
• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Ketua tim
Primer
• Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.
• Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Perawat primer (PP)
Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP).
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.
5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan berikut.
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.
.
Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Tingkat
Praktik Keperawatan
Metode Pemberian Askep
Ketenagaan
Dokumentasi
Aspek Riset
MAKP Pemula
Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula
Modifikasi keperawatan primer
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Skp/Ners/DIV (1:25-30 pasien) sebagai CCM
3. DIII keperawatan sbg PP perawat pemula
Standar renpra
(masalah aktual)
-
MAKP I
Mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I
Modifikasi keperawatan primer
1.Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis keperawatan (1: 9–10 pasien) sebagai CCM
3.S.Kep/Ners sebagai PP
4. DIII keperawatan sebagai PA
Standar renpra
(masalah aktual dan masalah risiko)
1.Riset deskrptif oleh PP
2.Identifikasi masalah riset
3.Pemanfaatan hasil riset
MAKP II
Mampu memberikan asuhan keperawatan tingkat II
Manajemen kasus dan keperawatan
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis keperawatan (1 : 3 PP)
3. Spesialist keperawatan (1: 9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan sebagai PA
Clinical pathway/ standar renpra
(masalah aktual dan risiko)
1. Riset eksperimen oleh spesialis.
2.Identifikasi masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil riset.
MAKP III
Mampu memberikan asuhan keperawatan tingkat III
Manajemen kasus
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien.
2. Doktor keperawatan klinik (konsultan)
3. Spesialis keperawatan (1:3 PP)
4. S.Kp/Ners sebagai PP
Clinical pathway
1. Riset intervensi lebih banyak.
2.Identifikasi masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil riset.
Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979).
Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
TabelRasio jumlah tempat tidur dan kebutuhan perawat
RUMAH SAKIT
PERBANDINGAN
KELAS A DAN B
TT: Tenaga Medis = (4-7): 1
TT: Tenaga Keperawatan      = 1: 1
TT: Nonkeperawatan = 3: 1
TT: Tenaga Nonmedis = 1: 1
KELAS C
TT: Tenaga Medis = 9 : 1
TT: Tenaga Keperawatan = (3–4): 2
TT: Nonkeperawatan = 5 : 1
TT: Tenaga Nonmedis = 3 : 4
KELAS D
TT: Tenaga Medis = 15 : 1
TT: Tenaga Keperawatan = 2 : 1
TT: Tenaga Nonmedis = 6 : 1
Khusus
Disesuaikan
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2. Metode Need.
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik.
a. Hudgins.
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan,
TabelStandar waktu pelayanan pasien rawat jalan
Kegiatan
Lama waktu (menit) untuk pasien
Baru
Lama
Pendaftaran
Pemeriksaan dokter
Pemeriksaan asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium
3
15
18
51
5
4
11
11
0
7
Penghitungan menggunakan rumus:
rata-rata jam perawatan/hari × jumlah rata-rata pasien/hari
jumlah jam kerja/hari
b. Douglas.
Untuk pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut.
1)Perawatan minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
2)Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24 jam.
3)Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24 jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1)Kategori I: perawatan mandiri.
a) Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b) Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c) Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d) Observasi tanda vital setiap sif.
e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f) Persiapan prosedur pengobatan.
2)Kategori II: perawatan intermediate.
a) Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b) Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c) Pengobatan lebih dari satu kali.
d) Pakai kateter Foley.
e) Pasang infus intake-output dicatat.
f) Pengobatan perlu prosedur.
3)Kategori III: perawatan total.
a) Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b) Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c) Pemakaian slang Nasogastric Tube.
d) Terapi intravena.
e) Pemakaian suction.
f) Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
• dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari;
• setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
• bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada klasifikasi di atasnya.
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai standar per sif.
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Jumlah
Pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal
Parsial
Total
P
S
M
P
S
M
P
S
M
1
0,17
0,14
0,07
0,27
0,15
0,10
0,36
0,30
0,20
2
0,34
0,28
0,20
0,54
0,30
0,14
0,72
0,60
0,40
3
0,51
0,42
0,30
0,81
0,45
0,21
1,08
0,90
0,60
dst.
3. Metode Demand.
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a.Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c.Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
Tabel Rata-rata jam perawatan yang dibutuhkan selama 24 jam
Jenis Pelayanan
Rata-rata jam perawatan/hari/pasien
Nonbedah
3,4
Bedah
3,5
Campuran bedah dan nonbedah
3,5
Postpartum
3
Bayi baru lahir
2,5
4. Metode Gilles.
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah:
Keterangan:
A= rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B= rata-rata jumlah pasien/hari
C= jumlah hari/tahun
D= jumlah hari libur masing-masing perawat
E= jumlah jam kerja masing-masing perawat
F= jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H= jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:
Rata-rata jam perawatan/hari × rata-rata jumlah jam perawatan/hari
Jumlah jam kerja efektif/hari
c. Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% × jumlah hari cuti hamil × jumlah jam kerja/hari
Tambahan tenaga:
        5% × jumlah tenaga × jumlah jam kerja cuti hamil
                        jumlah jam kerja efektif/tahun
Catatan:
1) Jumlah hari takkerja/tahun.
Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) + cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2) Jumlah hari kerja efektif/tahun.
Jumlah hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365 – 86 = 279 hari.
3) Jumlah hari efektif/minggu = 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah jam kerja perawat perminggu = 40 jam.
4) Cuti hamil = 12 × 6 = 72 hari.
5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).
6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%.
7) Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55% tenaga profesional dan 45% tenaga nonprofesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai berikut.
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
1) Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2) Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1996).
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1996), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.
5. Metode formulasi Nina.
Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
a. Tahap I.
Dihitung A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.
b. Tahap II.
Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari.
B = A × tempat tidur.
c. Tahap III.
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun.
C = B × 365 hari.
d. Tahap IV.
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun. D = C × BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
e. Tahap V.
Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.
E = D/1878.
Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 − 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6 jam).
6. Metode hasil lokakarya keperawatan.
Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Rumus untuk penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut.
Jam perawatan 24 jam × 7 (tempat tidur × BOR)                                                               
+ 25%
Hari kerja efektif × 40 jam
Formula ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang dihitung dari: 365 − (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari cuti tahunan) = 289 hari atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25% adalah untuk penyesuaian terhadap produktivitas.
7. Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full Time Equivalent (FTE).
Keputusan untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan pada populasi pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan dan keterampilan perawat serta filosofi organisasi tentang perawat dan perawatan pasien. Penentuan jumlah dan jenis perawat dilakukan berdasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa seorang perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja selama 40 jam/minggu atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah waktu tersebut meliputi waktu produktif maupun nonproduktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya waktu produktif yang digunakan untuk perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan hari perawatan dan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya karena akan memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.
Contoh penghitungan FTE dan tenaga perawat:
Total beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentukan berdasarkan jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan hari perawatan pasien (PD) menggunakan rumus berikut.
Keterangan:
W= Beban Kerja (Workload)
PD = Hari perawatan pasien (Patient Days)
ACH= Rerata jumlah jam kerja perawat (Average Care Hours per 24 hours)
Σ = jumlah tingkat klasifikasi pasien
5 = konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien
Tabel  Rerata jam perawatan dan hari rawat pasien
Tingkat klasifikasi pasien
Rerata jam perawatan dalam 24 jam
Proyeksi jumlah hari rawat pasien
1
3,5
1.500
2
5,0
2.500
3
9,0
3.000
4
13,0
2.100
5
17,5
1.100
Berdasarkan tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja unit adalah 91.300 jam.
Informasi tambahan yang didapatkan adalah:
a. 1 FTE = 2.080 jam
b. Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produktif adalah 1.768/FTE)
c. Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar yaitu 55% untuk sif siang dan 45% untuk sif malam
d. Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15% Licensed Practical Nurse (LPN), 10% Nurse Assistants (NA).
Tenaga perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
   91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun
  = 51.64 FTE tenaga perawat yang     dibutuhkan dalam satu tahun
1.769 jam produktif/FTE
Jumlah perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung dengan cara berikut.
a. Siang: 51,64 FTE × 55% = 28,4 FTE
b. Malam: 51,64 FTE × 45% = 23,2 FTE.
Jenis tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:
a. Siang:
• RN: 28,4 × 75% = 21,3
• LPN: 28,4 × 15% = 4,26
• NA: 28,4 × 10% = 2,84
b. Malam:
• RN: 23,2 × 75% = 17,4
• LPN: 23,2 × 15% = 3,48
• NA: 23,2 × 10% = 2,32.
8. Berdasarkan pengelompokan unit kerja dirumah sakit (Depkes, 2011).
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut
a. Rawat inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
• tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
• jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
• jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
• jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Jumlah jam perawatan
Jam kerja efektif per sif
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day).
Loss day =
  Jumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari besar        x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan
ruangan kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) × 25%
Jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
• tingkat ketergantungan pasien:
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b) makan dan minum dilakukan sendiri;
c) ambulasi dengan pengawasan;
d) observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e) pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a) kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b) observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c) ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a) sebagian besar aktivitas dibantu;
b) observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;
c) terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
d) terpasang infus;
e) pengobatan lebih dari sekali;
f) persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a) segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b) posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;
c) makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d) gelisah/disorientasi.
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah jam perawatan di ruangan hari
Jam efektif perawat
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar
+ Jumlah perawat    yang   diperlukan
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) × 25%
b. Jumlah tenaga untuk kamar operasi
1) Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a) jumlah dan jenis operasi;
b) jumlah kamar operasi;
c) Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
d) Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2 orang/tim);
e) Tingkat ketergantungan pasien:
- Operasi besar: 5 jam/ operasi;
- Operasi sedang: 2 jam/operasi;
- Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
(Jumlah jam perawatan/hari Jumlah operasi) × Jumlah perawat dalam tim
Jam kerja efektif/hari
c. Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2) Ketergantungan di RR: 1 jam
Jumlah jam perawatan × Rata-rata jumlah pasien/hari
Jam kerja efektif/hari
Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD
d. Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
1. Rata-rata jumlah pasien per hari
2. Jumlah jam perawatan per hari
3. Jam efektif per hari
Rata-rata jumlah pasien × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja efektif/hari
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
e. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
Jumlah jam perawatan/hari = 12
Rata-rata jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja/hari
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
f. Rawat Jalan
Jumlah pasien/hari = 100 orang
Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit
Rata-rata jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam efektif/hari (7 jam) × 60 menit
Ditambah koreksi 15%
g. Kamar Bersalin
Waktu pertolongan kala I−IV = 4 jam/pasien
Jam kerja efektif = 7 jam/hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Jumlah setiap hari rata-rata × 4 jam
7 jam/hari
Ditambah lost day.
Penghitungan Beban Kerja
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara lain:
1. jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2. kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3. rata-rata hari perawatan;
4. pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan kesehatan;
5. frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6. rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel antara lain sebagai berikut
1. Work sampling.
Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain:
a. aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b. apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja;
c. proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif;
d. pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. menentukan jenis personel yang akan disurvei.
b. bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang representatif.
c. membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung.
d. melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling.
e. pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.
2. Time and motion study.
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah untuk melakukan teknik ini yaitu:
a. menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode purposive sampling;
b. membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel;
c. daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan;
d. membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi;
e. menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti rumah sakit.
Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan output sebagai berikut.
a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja.
b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik demografis dan sosial.
c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau variabel lain.
d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3. Daily log.
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan daily log
Analisis Kebutuhan tenaga Berdasarkan Beban Kerja (WISN)
WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat kerja berdasarkan beban kerja, sehingga
alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah, yaitu sebagai berikut.
1. Menetapkan waktu kerja tersedia.
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia yaitu:
a. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari × 50 minggu). (A)
b. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja setiap tahun. (B)
c. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)
d. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002−2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)
e. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan/izin. (E)
f. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Waktu Kerja Tersedia = {A − (B + C + D + E)} × F
Keterangan:
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja atau perusahaan menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lama dibanding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh di rumah sakit, data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM adalah sebagai berikut.
a. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing unit dan sub-unit kerja.
b. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional, misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS Bidang/Bagian Informasi.
c. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
d. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
e. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM kesehatan.
f. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP).
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
3. Menyusun standar beban kerja.
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.
a. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil yang telah ditetapkan pada langkah kedua.
b. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.
c. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melaksanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.
d. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.
Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meliputi hal-hal berikut.
a. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.
b. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang baik.
c. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:
Standar Beban Kerja =        Waktu kerja tersedia
Rata-rata waktu kegiatan pokok
4. Menyusun standar kelonggaran
Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada tiap kategori tentang:
a. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pelanggan, misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan bahan habis pakai.
b. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan dengan pelayanan pada pelanggan untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di bawah ini:
Standar kelonggaran =     Waktu per faktor kelonggaran
Waktu kerja tersedia
5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja.
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun. Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi:
a. data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:
• waktu kerja tersedia;
• standar beban kerja;
• standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.
b. kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.
Contoh di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelaydari laporan kegiatan RS (SP2RS), untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap poli rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.
3. Rata-rata sensus harian.
4. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).
Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Standar SDM = Total produk layanan + Standar kelonggaran
  Standar beban kerjaanan

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM

METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

VI.  METODE PEMBERIAN KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2. menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3. mempertahankan eksistensi institusi;
4. meningkatkan kepuasan kerja;
5. meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6. menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode praktik, dan standar.
Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:
1. menghargai hak-hak pasien;
2. penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3. observasi keadaan pasien;
4. pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5. asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6. asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7. pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8. pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson), meliputi:
1. oksigen;
2. cairan dan elektrolit;
3. eliminasi;
4. kemananan;
5. kebersihan dan kenyamanan fisik;
6. istirahat dan tidur;
7. aktivitas dan gerak;
8. spiritual;
9. emosional;
10. komunikasi;
11. mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12. pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13. penyuluhan;
14. rehabilitasi.
Model Praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah.
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok
Beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di masa depan. Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual.
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisipasi, “...jangan mengubah suatu sistem...justru menambah permasalahan...” (Kurt Lewin, 1951dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis dan Huston, 1998: 143).
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5. Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Tabel  Jenis Model Asuhan Keperawatan
Model
Deskripsi
Penanggung Jawab
Fungsional
(bukan
model MAKP )
• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu.
Kasus
• Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.
• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.
Manajer keperawatan
Tim
• Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.
• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Ketua tim
Primer
• Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.
• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.
• Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Perawat primer (PP)
Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP).
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.
5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan berikut.
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.
.
Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Tingkat
Praktik Keperawatan
Metode Pemberian Askep
Ketenagaan
Dokumentasi
Aspek Riset
MAKP Pemula
Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula
Modifikasi keperawatan primer
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Skp/Ners/DIV (1:25-30 pasien) sebagai CCM
3. DIII keperawatan sbg PP perawat pemula
Standar renpra
(masalah aktual)
-
MAKP I
Mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I
Modifikasi keperawatan primer
1.Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis keperawatan (1: 9–10 pasien) sebagai CCM
3.S.Kep/Ners sebagai PP
4. DIII keperawatan sebagai PA
Standar renpra
(masalah aktual dan masalah risiko)
1.Riset deskrptif oleh PP
2.Identifikasi masalah riset
3.Pemanfaatan hasil riset
MAKP II
Mampu memberikan asuhan keperawatan tingkat II
Manajemen kasus dan keperawatan
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis keperawatan (1 : 3 PP)
3. Spesialist keperawatan (1: 9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan sebagai PA
Clinical pathway/ standar renpra
(masalah aktual dan risiko)
1. Riset eksperimen oleh spesialis.
2.Identifikasi masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil riset.
MAKP III
Mampu memberikan asuhan keperawatan tingkat III
Manajemen kasus
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien.
2. Doktor keperawatan klinik (konsultan)
3. Spesialis keperawatan (1:3 PP)
4. S.Kp/Ners sebagai PP
Clinical pathway
1. Riset intervensi lebih banyak.
2.Identifikasi masalah riset.
3.Pemanfaatan hasil riset.
Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979).
Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
TabelRasio jumlah tempat tidur dan kebutuhan perawat
RUMAH SAKIT
PERBANDINGAN
KELAS A DAN B
TT: Tenaga Medis = (4-7): 1
TT: Tenaga Keperawatan      = 1: 1
TT: Nonkeperawatan = 3: 1
TT: Tenaga Nonmedis = 1: 1
KELAS C
TT: Tenaga Medis = 9 : 1
TT: Tenaga Keperawatan = (3–4): 2
TT: Nonkeperawatan = 5 : 1
TT: Tenaga Nonmedis = 3 : 4
KELAS D
TT: Tenaga Medis = 15 : 1
TT: Tenaga Keperawatan = 2 : 1
TT: Tenaga Nonmedis = 6 : 1
Khusus
Disesuaikan
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2. Metode Need.
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik.
a. Hudgins.
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan,
TabelStandar waktu pelayanan pasien rawat jalan
Kegiatan
Lama waktu (menit) untuk pasien
Baru
Lama
Pendaftaran
Pemeriksaan dokter
Pemeriksaan asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium
3
15
18
51
5
4
11
11
0
7
Penghitungan menggunakan rumus:
rata-rata jam perawatan/hari × jumlah rata-rata pasien/hari
jumlah jam kerja/hari
b. Douglas.
Untuk pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut.
1)Perawatan minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
2)Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24 jam.
3)Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24 jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1)Kategori I: perawatan mandiri.
a) Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b) Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c) Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d) Observasi tanda vital setiap sif.
e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f) Persiapan prosedur pengobatan.
2)Kategori II: perawatan intermediate.
a) Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b) Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c) Pengobatan lebih dari satu kali.
d) Pakai kateter Foley.
e) Pasang infus intake-output dicatat.
f) Pengobatan perlu prosedur.
3)Kategori III: perawatan total.
a) Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b) Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c) Pemakaian slang Nasogastric Tube.
d) Terapi intravena.
e) Pemakaian suction.
f) Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
• dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari;
• setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
• bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada klasifikasi di atasnya.
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai standar per sif.
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Jumlah
Pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal
Parsial
Total
P
S
M
P
S
M
P
S
M
1
0,17
0,14
0,07
0,27
0,15
0,10
0,36
0,30
0,20
2
0,34
0,28
0,20
0,54
0,30
0,14
0,72
0,60
0,40
3
0,51
0,42
0,30
0,81
0,45
0,21
1,08
0,90
0,60
dst.
3. Metode Demand.
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a.Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c.Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
Tabel Rata-rata jam perawatan yang dibutuhkan selama 24 jam
Jenis Pelayanan
Rata-rata jam perawatan/hari/pasien
Nonbedah
3,4
Bedah
3,5
Campuran bedah dan nonbedah
3,5
Postpartum
3
Bayi baru lahir
2,5
4. Metode Gilles.
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah:
Keterangan:
A= rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B= rata-rata jumlah pasien/hari
C= jumlah hari/tahun
D= jumlah hari libur masing-masing perawat
E= jumlah jam kerja masing-masing perawat
F= jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H= jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:
Rata-rata jam perawatan/hari × rata-rata jumlah jam perawatan/hari
Jumlah jam kerja efektif/hari
c. Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% × jumlah hari cuti hamil × jumlah jam kerja/hari
Tambahan tenaga:
        5% × jumlah tenaga × jumlah jam kerja cuti hamil
                        jumlah jam kerja efektif/tahun
Catatan:
1) Jumlah hari takkerja/tahun.
Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) + cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2) Jumlah hari kerja efektif/tahun.
Jumlah hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365 – 86 = 279 hari.
3) Jumlah hari efektif/minggu = 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah jam kerja perawat perminggu = 40 jam.
4) Cuti hamil = 12 × 6 = 72 hari.
5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).
6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%.
7) Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55% tenaga profesional dan 45% tenaga nonprofesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai berikut.
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
1) Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2) Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1996).
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1996), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.
5. Metode formulasi Nina.
Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
a. Tahap I.
Dihitung A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.
b. Tahap II.
Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari.
B = A × tempat tidur.
c. Tahap III.
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun.
C = B × 365 hari.
d. Tahap IV.
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun. D = C × BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
e. Tahap V.
Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.
E = D/1878.
Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 − 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6 jam).
6. Metode hasil lokakarya keperawatan.
Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Rumus untuk penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut.
Jam perawatan 24 jam × 7 (tempat tidur × BOR)                                                               
+ 25%
Hari kerja efektif × 40 jam
Formula ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang dihitung dari: 365 − (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari cuti tahunan) = 289 hari atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25% adalah untuk penyesuaian terhadap produktivitas.
7. Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full Time Equivalent (FTE).
Keputusan untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan pada populasi pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan dan keterampilan perawat serta filosofi organisasi tentang perawat dan perawatan pasien. Penentuan jumlah dan jenis perawat dilakukan berdasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa seorang perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja selama 40 jam/minggu atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah waktu tersebut meliputi waktu produktif maupun nonproduktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya waktu produktif yang digunakan untuk perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan hari perawatan dan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya karena akan memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.
Contoh penghitungan FTE dan tenaga perawat:
Total beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentukan berdasarkan jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan hari perawatan pasien (PD) menggunakan rumus berikut.
Keterangan:
W= Beban Kerja (Workload)
PD = Hari perawatan pasien (Patient Days)
ACH= Rerata jumlah jam kerja perawat (Average Care Hours per 24 hours)
Σ = jumlah tingkat klasifikasi pasien
5 = konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien
Tabel  Rerata jam perawatan dan hari rawat pasien
Tingkat klasifikasi pasien
Rerata jam perawatan dalam 24 jam
Proyeksi jumlah hari rawat pasien
1
3,5
1.500
2
5,0
2.500
3
9,0
3.000
4
13,0
2.100
5
17,5
1.100
Berdasarkan tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja unit adalah 91.300 jam.
Informasi tambahan yang didapatkan adalah:
a. 1 FTE = 2.080 jam
b. Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produktif adalah 1.768/FTE)
c. Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar yaitu 55% untuk sif siang dan 45% untuk sif malam
d. Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15% Licensed Practical Nurse (LPN), 10% Nurse Assistants (NA).
Tenaga perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
   91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun
  = 51.64 FTE tenaga perawat yang     dibutuhkan dalam satu tahun
1.769 jam produktif/FTE
Jumlah perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung dengan cara berikut.
a. Siang: 51,64 FTE × 55% = 28,4 FTE
b. Malam: 51,64 FTE × 45% = 23,2 FTE.
Jenis tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:
a. Siang:
• RN: 28,4 × 75% = 21,3
• LPN: 28,4 × 15% = 4,26
• NA: 28,4 × 10% = 2,84
b. Malam:
• RN: 23,2 × 75% = 17,4
• LPN: 23,2 × 15% = 3,48
• NA: 23,2 × 10% = 2,32.
8. Berdasarkan pengelompokan unit kerja dirumah sakit (Depkes, 2011).
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut
a. Rawat inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
• tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
• jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
• jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
• jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Jumlah jam perawatan
Jam kerja efektif per sif
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day).
Loss day =
  Jumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari besar        x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan
ruangan kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) × 25%
Jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
• tingkat ketergantungan pasien:
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b) makan dan minum dilakukan sendiri;
c) ambulasi dengan pengawasan;
d) observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e) pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a) kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b) observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c) ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a) sebagian besar aktivitas dibantu;
b) observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;
c) terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
d) terpasang infus;
e) pengobatan lebih dari sekali;
f) persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a) segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b) posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;
c) makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d) gelisah/disorientasi.
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah jam perawatan di ruangan hari
Jam efektif perawat
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar
+ Jumlah perawat    yang   diperlukan
Jumlah hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) × 25%
b. Jumlah tenaga untuk kamar operasi
1) Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a) jumlah dan jenis operasi;
b) jumlah kamar operasi;
c) Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
d) Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2 orang/tim);
e) Tingkat ketergantungan pasien:
- Operasi besar: 5 jam/ operasi;
- Operasi sedang: 2 jam/operasi;
- Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
(Jumlah jam perawatan/hari Jumlah operasi) × Jumlah perawat dalam tim
Jam kerja efektif/hari
c. Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2) Ketergantungan di RR: 1 jam
Jumlah jam perawatan × Rata-rata jumlah pasien/hari
Jam kerja efektif/hari
Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD
d. Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
1. Rata-rata jumlah pasien per hari
2. Jumlah jam perawatan per hari
3. Jam efektif per hari
Rata-rata jumlah pasien × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja efektif/hari
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
e. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
Jumlah jam perawatan/hari = 12
Rata-rata jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam kerja/hari
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan
f. Rawat Jalan
Jumlah pasien/hari = 100 orang
Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit
Rata-rata jumlah pasien/hari × Jumlah jam perawatan/hari
Jam efektif/hari (7 jam) × 60 menit
Ditambah koreksi 15%
g. Kamar Bersalin
Waktu pertolongan kala I−IV = 4 jam/pasien
Jam kerja efektif = 7 jam/hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Jumlah setiap hari rata-rata × 4 jam
7 jam/hari
Ditambah lost day.
Penghitungan Beban Kerja
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara lain:
1. jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2. kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3. rata-rata hari perawatan;
4. pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan kesehatan;
5. frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6. rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel antara lain sebagai berikut
1. Work sampling.
Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain:
a. aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b. apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja;
c. proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif;
d. pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. menentukan jenis personel yang akan disurvei.
b. bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang representatif.
c. membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung.
d. melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling.
e. pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.
2. Time and motion study.
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah untuk melakukan teknik ini yaitu:
a. menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode purposive sampling;
b. membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel;
c. daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan;
d. membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi;
e. menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti rumah sakit.
Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan output sebagai berikut.
a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja.
b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik demografis dan sosial.
c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau variabel lain.
d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3. Daily log.
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan daily log
Analisis Kebutuhan tenaga Berdasarkan Beban Kerja (WISN)
WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat kerja berdasarkan beban kerja, sehingga
alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah, yaitu sebagai berikut.
1. Menetapkan waktu kerja tersedia.
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia yaitu:
a. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari × 50 minggu). (A)
b. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja setiap tahun. (B)
c. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)
d. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002−2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)
e. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan/izin. (E)
f. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Waktu Kerja Tersedia = {A − (B + C + D + E)} × F
Keterangan:
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja atau perusahaan menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lama dibanding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh di rumah sakit, data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM adalah sebagai berikut.
a. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing unit dan sub-unit kerja.
b. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional, misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS Bidang/Bagian Informasi.
c. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
d. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
e. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM kesehatan.
f. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP).
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.
3. Menyusun standar beban kerja.
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.
a. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil yang telah ditetapkan pada langkah kedua.
b. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.
c. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melaksanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.
d. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.
Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meliputi hal-hal berikut.
a. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.
b. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang baik.
c. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:
Standar Beban Kerja =        Waktu kerja tersedia
Rata-rata waktu kegiatan pokok
4. Menyusun standar kelonggaran
Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada tiap kategori tentang:
a. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pelanggan, misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan bahan habis pakai.
b. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan dengan pelayanan pada pelanggan untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di bawah ini:
Standar kelonggaran =     Waktu per faktor kelonggaran
Waktu kerja tersedia
5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja.
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun. Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi:
a. data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:
• waktu kerja tersedia;
• standar beban kerja;
• standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.
b. kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.
Contoh di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelaydari laporan kegiatan RS (SP2RS), untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap poli rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.
3. Rata-rata sensus harian.
4. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).
Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Standar SDM = Total produk layanan + Standar kelonggaran
  Standar beban kerjaanan

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar